• Sunrise At: 05:55
  • Sunset At: 17:44
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Kartu Kredit Syariah dan Konvensional, Sama Saja?

Apa yang membedakan kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Mohon penjelasan Ustaz, apa yang membedakan kartu kredit syariah dengan kartu kredit konvensional? Karena jika dilihat dari segi fungsi dan kegunaanya, kartu kredit syariah dan kartu kredit konvensional itu sama saja. -- Maulana, Bintaro

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Walaupun kartu kredit syariah dan konvensional itu memiliki fungsi yang sama --diakseptasi sebagai alat bayar di merchant-merchant mitra bank penerbit, memudahkan pengguna kartu kredit untuk bertransaksi walaupun tidak memiliki dana, tetapi keduanya berbeda.

Di antara perbedaannya adalah sebagai berikut.

Pertama, hanya untuk bertransaksi dan membeli yang halal. Kartu kredit syariah hanya bisa digunakan sebagai alat bayar di merchant-merchant (mitra bank syariah atau penerbit) yang menjual produk halal.

Hal itu karena bank syariah hanya melakukan kerja sama dengan merchant yang aktivitas usahanya halal. Seperti travel umrah, perguruan tinggi, penjual kosmetik, toko bangunan, dan sejenisnya yang halal.

Oleh karena itu, pengguna kartu kredit syariah tidak bisa melakukan transaksi (diakseptasi) di merchant tidak halal karena bukan mitra bank syariah.

Pengguna kartu kredit syariah tidak bisa melakukan transaksi (diakseptasi) di merchant tidak halal karena bukan mitra bank syariah.

Di antara daftar blokir nonhalal, yaitu (1) Kategori miscellaneous store, yaitu barscocktail lounges, discotheques, night club and taverns-drinking places (alcoholic beverages).

(2) Kategori miscellaneous store, yaitu package stores, beer, wine, and liquor. (3) Kategori personal service provider, yaitu dating and escort service. (4) Kategori amusement and entertainment, yaitu gambling transaction.

Masing-masing kategori tersebut memiliki kode, sehingga kartu kredit syariah tidak bisa akseptasi (tidak bisa menjadi alat bayar) saat merchant teregistrasi dengan kode MCC.

Berbeda halnya dengan kartu kredit konvensional yang bisa digunakan (sebagai alat bayar) di setiap merchant, termasuk merchant yang menjual produk tidak halal.

Kedua, tidak ada riba (bunga) dalam transaksi antara bank syariah sebagai penerbit dengan pengguna sebagai pemanfaat, dengan penjelasan sebagai berikut.

(1) Fee atas jasa penjaminan. Pendapatan bank syariah sebagai penerbit adalah berupa fee atas jasa penjaminan sehingga pengguna kartu kredit syariah bisa bertransaksi.

Contohnya, saat pengguna ingin berangkat umrah via travel dan membayar dengan kartu kredit syariah, seakan-akan penerbit menyampaikan kepada travel tersebut, "Pengguna kartu kredit ini adalah nasabah kami,... dan kami yang menjamin atas kewajibannya."

Travel menyetujui pembayaran karena ada bank syariah penerbit sebagai penjamin. Sehingga pengguna yang tidak memiliki dana dapat bertransaksi dengan travel.

Dalam fikih, fee atas garansi atau penjaminan bank syariah tersebut dinamakan dengan kafalah bil ujrah. Dan kafalah bil ujrah itu skema atau akad yang dibolehkan menurut mazhab Syafi’iyah sebagaimana dilansir oleh Syeikh ‘Athiyah Shaqr,

وَالضَّمَانُ بِأَجْرٍ خَرَّجَهُ عَلَى ثَمَنِ الْجَاهِ الَّذِيْ قِيْلَ فِيْهِ بِالْحُرْمَةِ وَبِالْكَرَاهَةِ، وَقَالَ بِجَوَازِهِ الشَّافِعِيَّةُ، كَمَا خَرَّجَهُ عَلَى الْجُعَالَةِ الَّتِيْ أَجَازَهَا الشَّافِعِيَّةُ أَيْضًا.
"Adapun dhaman (kafalah) dengan imbalan oleh Musthafa al-Hamsyari disandarkan pada imbalan atas jasa jah (dignity, kewibawaan) yang menurut mazhab Syafi'i hukumnya boleh (jawaz) walaupun menurut beberapa pendapat yang lain hukumnya haram atau makruh.

Musthafa al-Hamsyari juga menyandarkan dhaman (kafalah) dengan imbalan pada ju’alah yang dibolehkan oleh mazhab Syafi’i.” (Syekh ‘Athiyah Shaqr, Ahsan al-Kalam fi al-Fatawa wa al-Ahkam, 5/542).

Jadi, bank syariah yang memberikan garansi atau penjaminan terhadap pengguna yang berutang atau bertransaksi tidak tunai dengan travel itu boleh mendapatkan fee atas jasa penjaminan tersebut.

(2) Biaya, bukan keuntungan. Bank penerbit mengenakan biaya berupa annual fee dan monthly fee sebagai kompensasi atas penggunaan kartu kredit syariah dan layanannya.

Biaya tersebut bukan keuntungan bank, tetapi sebagai kompensasi atas biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank penerbit sehingga besarannya disesuaikan dengan biaya riil (ta’widh atau at-taklufah al-fi’liyah). Berbeda dengan kartu kredit konvensional yang ada unsur bunga (riba).

(3) Free, tanpa fee. Bank syariah tidak mengambil fee saat fitur yang digunakan adalah cash advance, di mana nominal yang harus dikembalikan hanya sebesar pinjaman dan fee penarikan uang tunai dengan akad qardh al-hasan.

Layanan free diberikan karena salah satu fungsi kartu kredit itu merawat pengguna agar menjadi nasabah loyal.

Saat ada keterlambatan bayar. Di bank syariah tidak ada denda, tetapi diberlakukan biaya operasional penagihan.

(4) Saat ada keterlambatan bayar. Di bank syariah tidak ada denda, tetapi diberlakukan biaya operasional penagihan.

Misalnya, pengguna yang terlambat bayar dikenakan biaya nominal tertentu sesuai perjanjian untuk kolektibilitas 2 hingga kolektibilitas 4 (terlambat bayar satu hari hingga 180 hari setelah jatuh tempo).

Juga dikenakan biaya nominal tertentu sesuai perjanjian untuk kolektibilitas 5 (terlambat bayar di atas 180 hari setelah jatuh tempo).

Sedangkan kartu kredit konvensional itu dikenakan bunga saat pengguna terlambat membayar. Misalnya, 1 persen dari total tagihan atau maksimal Rp 100 ribu.

Ketiga, kartu kredit syariah tidak digunakan berlebihan (pemborosan). Ikhtiar tersebut dilakukan saat pembukaan kartu kredit syariah dengan menuangkannya dalam perjanjian yang harus dipenuhi pengguna.

Salah satu klausul dalam perjanjian adalah bank syariah penerbit menetapkan pagu atau limit kepada setiap pengguna. Dan janji pengguna untuk menggunakan kartu kredit dalam batas kewajaran (tidak mengakibatkan pemborosan).

Sedangkan dalam kartu kredit konvensional, tidak ada klausul dalam perjanjian bahwa kartu kredit konvensional itu tidak boleh digunakan secara berlebihan.

Keempat, halal menjadi gaya hidup. Karena kartu kredit syariah hanya bisa digunakan di merchant halal, maka kartu kredit syariah ikut merealisasikan gaya hidup halal bagi para pengguna.

Berdasarkan penjelasan tersebut, Fatwa DSN MUI No 54/DSN-MUI/X/2006 tentang Syariah Card itu menegaskan bahwa kartu kredit syariah (sesuai dengan kriterianya) itu dibolehkan sebagai alat bayar (mubah).

Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia