• Sunrise At: 05:55
  • Sunset At: 17:44
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Hak dan Kewajiban ART-Pemberi Kerja

Apa hak dan kewajiban ART sesuai tuntuntan syariah?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Jika kita mempekerjakan asisten rumah tangga (ART), apa saja hak dan kewajiban masing-masing pihak? Apakah ada tuntunan syariahnya? Mohon penjelasan Ustaz. -- Malik, Semarang

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Ihwal hak dan kewajiban ini, saya akan menjelaskan hak dan kewajiban asisten rumah tangga (ART) saja. Hal ini karena dengan menyebutkan hak dan kewajiban mereka itu secara langsung telah menjelaskan hak dan kewajiban pemberi kerja.

Pertama, hak-hak yang harus diterima ART atau yang wajib ditunaikan pemberi kerja adalah sebagai berikut.

(1) ART mendapatkan gaji atau salary pada waktu dan besaran sesuai dengan yang diperjanjikan.

Sebagaimana ketentuan ujrah dalam akad ijarah, “Kuantitas dan/atau kualitas ujrah harus jelas, baik berupa angka nominal, persentase tertentu, atau rumus yang disepakati dan diketahui oleh para pihak yang melakukan akad." (Fatwa DSN MUI No 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah).

Lebih baik lagi jika dibayar sebelum waktunya, sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Dari Ibnu Umar, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, 'Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering'.” (HR Ibnu Majah).

(2) ART mendapatkan fasilitas dan alat-alat lainnya yang diperlukan, termasuk waktu rehat dan makan sesuai kesepakatan (menjadi pilihan terbaik).

Sebagaimana kaidah ushul fiqih, "Jika sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya.” (al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul, 1/411).

ART mendapatkan perlakuan yang baik, ramah, dan santun dari pemberi kerja.

(3) Ia mendapatkan perlakuan yang baik, ramah, dan santun dari pemberi kerja.

Di antara adab-adab tersebut adalah sebagai berikut, (a) Intruksi dan perintah yang santun, di antaranya dengan menggunakan panggilan yang laik dan tidak menghinanya. (b) Tidak berkata kasar apalagi memukul atau melukai.

Kedua, sedangkan tugas dan kewajiban ART atau hak-hak yang harus diterima pemberi kerja adalah sebagai berikut.

[1] ART bekerja dengan tuntas dan tanggung jawab sesuai kesepakatan.

Sebagaimana ketentuan fatwa DSN MUI terkait amal yang dilakukan ajir,

"(1) ‘Amal (pekerjaan atau jasa) yang dilakukan Ajir harus berupa pekerjaan yang dibolehkan menurut syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) ‘Amal yang dilakukan Ajir harus diketahui jenis, spesifikasi, dan ukuran pekerjaannya serta jangka waktu kerjanya.

(3) ‘Amal yang dilakukan Ajir harus berupa pekerjaan yang sesuai dengan tujuan akad. (Fatwa DSN MUI No 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah).

[2] Hadir bekerja tepat waktu, tidak absen kecuali ada uzur sesuai kesepakatan.

[3] Mengikuti aturan dan permintaan pemberi kerja terkait dengan pekerjaan selama sesuai kesepakatan.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "…kaum Muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” (HR Tirmidzi).

[4] ART menunaikan adab-adab yang baik terhadap pemberi kerja atau lingkungan terkait seperti tetangga dan security.

Di antara adab-adab tersebut adalah (a) Bertutur kata santun terhadap pemberi kerja dan keluarganya. (b) Menjaga rahasia keluarga pemberi kerja (amanah).

Ketiga, hal-hal lain yang harus dilakukan keduanya adalah [1] Hak dan kewajiban sebagaimana dalam poin pertama dan kedua itu disepakati bersama, agar kedua pihak paham dan ridha.

[2] Tugas-tugas ART dirinci apa saja, misalnya mencuci plus setrika, bersih-bersih rumah, dan memasak.

Rincian ini masuk dalam kesepakan tersebut agar ART tahu dan paham hingga menunaikan tugasnya dengan tanggung jawab. Dan sebaliknya, pemberi kerja tidak membebani atau memberikan tugas ART di luar kesepakatan sehingga memberatkan.

[3] Besaran salary ART yang lazim dan proporsional sesuai tugas ART. Dan lebih baik lagi sesuai kemampuan maksimal pemberi kerja.

Misalnya, ada bantuan berobat saat ART sakit, ada gaji ke-13, dan lainnya.

[4] Jika ART terbukti baik dan ihsan (menunaikan tugas-tugasnya dengan tanggung jawab dan adab), maka ia diperlakukan layaknya keluarga.

Keempat, tuntunan dan referensi. Syekh Athiyah Saqr menyebutkan dan menjelaskan beberapa tuntutan dan adab dari sirah (lihat Mausu’atu al-Usrah Tahta Ri’ayati al-Islam 5/163-17), yaitu sebagai berikut,

(1) Tuntunan Rasulullah SAW agar memanggil ART dengan panggilan yang baik,
"Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, 'Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu berkata, ‘Abdi (hai budakku) atau Amati (hai budak perempuanku atau sahayaku), karena kamu semua adalah ‘Abiidullah (budak atau hamba Allah) dan kaum wanita adalah Imaaullah (hamba sahaya Allah).

Tetapi katakanlah, Ghulaami (pelayanku) dan Jariyati (pelayan perempuanku) atau Faataya (pemudaku) dan Fataati (pemudiku). (HR Muslim).

(2) Tuntunan Rasulullah SAW agar memberinya makan dan minum dari yang ia makan dan minum, memberinya pakaian dengan pakaian (seperti) yang ia pakai, tidak memberi tugas yang tidak mampu ditunaikan, dan membantu tugasnya, 'Dari al-Ma’rur bin Suwaid, dia berkata, 'Aku bertemu dengan Abu Dzar di ar-Rabadzah.'

Saat itu Abu Dzar mengenakan hullah (sepasang pakaian; pakaian luar dan dalam). Demikian juga pelayan (budak)-nya memakai hullah.

Maka aku pun bertanya mengenai hal itu. Maka Abu Dzar pun menjawab, Sesungguhnya aku pernah mencaci seseorang seraya menjelek-jelekkan ibunya, lalu Nabi SAW berkata kepadaku,

“Wahai Abu Dzar, apakah kau mencelanya dengan menjelek-jelekkan ibunya? Sungguh kau adalah lelaki yang pada dirimu masih terdapat sifat kejahiliyahan! Pelayan-pelayan (budak-budak) kalian adalah saudara-saudara kalian. Allah menjadikan mereka berada di bawah penguasaan kalian.

Maka barangsiapa yang saudaranya berada di bawah penguasaannya, hendaklah ia memberinya makan dari makanan yang ia makan, juga memberinya pakaian dengan pakaian (seperti) yang ia pakai.

Dan jangan kalian membebani mereka dengan perkara yang tak mampu mereka tanggung. Jika kalian membebani mereka dengan beban yang berat, hendaklah kalian membantunya.” (HR al-Bukhari dan Muslim).

(3) Tuntunan Rasulullah SAW agar mudah memaafkan saat ART khilaf, "Dari Al-Abbas bin Julaid Al Hajari ia berkata; Aku mendengar Abdullah bin Umar berkata,

'Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, berapa kali kami harus memberi maaf kepada seorang budak?”

Beliau diam. Laki-laki itu kembali mengulangi pertanyaannya. Namun beliau tetap saja diam. Sehingga pada kali yang ketiga, beliau bersabda, "Berilah maaf kepadanya tujuh puluh kali dalam sehari." (HR Abu Dawud).

(4) Tuntunan Rasulullah SAW berkata lemah lembut kepada ART, sahabat Anas mencontohkan. "Diriwayatkan bahwa Anas berkata; Aku telah berkhidmah (melayani) Rasulullah SAW selama sepuluh tahun. Beliau tidak pernah mengatakan kepadaku pada saat aku melakukan tugas: mengapa engkau mengerjakan itu? Dan Rasulullah juga tidak pernah mengatakan saat aku meninggalkan sesuatu: mengapa engkau tinggalkan itu?” (HR Bukhari Muslim)

Dalam riwayat lain juga disebutkan, “Dari Anas ia berkata, 'Aku melayani Nabi SAW selama sepuluh tahun, beliau tidak pernah berkata ‘Uff' (ah) kepadaku sekalipun. Juga tidak pernah menanyakan mengenai sesuatu yang aku lakukan mengapa aku melakukannya, dan tidak pula terhadap sesuatu yang aku tinggalkan, mengapa aku meninggalkannya.” (HR Tirmidzi).

(5) Tuntunan Rasulullah SAW tentang memberikan tugas-tugas ART yang lazim dan proporsional.

Dalam salah satu hadis, “Dispensasi atau keringanan yang engkau berikan kepada khadim-mu terkait dengan tugas-tugasnya itu akan memberikan pahala dalam timbangan amalmu.” (HR Ibnu Hibban dari ‘Amr bin Harits).

(6) Tuntunan sirah agar tidak mudah memarahi ART saat mereka khilaf.
“Dan pernah terjadi, seorang budak perempuan Maimun bin Mahran menjatuhkan makanan malamnya dari tangannya, tapi Maimun bisa menyimpan kemarahannya dan memaafkannya bahkan ia pun membebaskkannya karena kebaikannya." (Al-Ihya, 2/196).

Dan keteladanan al Makmun, "Al-Makmun memilik pelayan yang biasa memlayani kebutuhan wudhunya. Saat pelayan tersebut menuangkan air pada kedua tangan al-Makmun, wadah air terjatuh ke tangan al-makmun hingga al-Makmun marah.

Kemuadian pelayan tersebut berkata, "Wahai Amirul mu’minin sesungguhnya Allah berfirman, “Orang-orang yang menahan amarahnya." (Al-Makmun berkata: "Aku telah menahan amarahku." Pelayan itu berkata, "Dan memaafkan (kesalahan) orang."

Kemudian al-Makmun menjawab, "Saya memaafkanmu. Kemudian pelayan tadi berkata, 'Allah menyukai orang-orang yang berbuat Kebajikan.' Kemudian Al-Makmun menjawab, 'Pergilah kamu sekarang bebas'.” (Al-‘Aqdu al-Farid, 1/135).

Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia