Anggota Legislatif, Bagaimana Menunaikan Zakatnya?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Apakah penghasilan anggota legislatif itu wajib zakat? Dan bagaimana menunaikan zakatnya? Mohon penjelasan Ustaz. -- Hendra, Jakarta
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam point-point berikut.
Pertama, perlu ditegaskan bahwa anggota legislatif itu wajib zakat saat ia seorang Muslim, karena salah satu kriteria wajib zakat adalah Islam atau seorang Muslim.
Kedua, agar bisa menentukan ketentuan zakatnya, apakah ditunaikan tahunan atau bulanan, berapa minimun nishabnya, dan berapa tarif yang harus ditunaikan.
Maka harus mengidentifikasi apakah pendapatan anggota legislatif termasuk kategori pendapatan profesional atau mustaghallat atau perdagangan atau apa?
(a). Jika menelaah tugas, wewenang, dan aktivitas anggota legislatif, maka disimpulkan bahwa pendapatan anggota legislatif itu bukan termasuk zakat mustaghallat (karena zakat mustaghallat itu zakat atas manfaat aset tertentu atau layanan barang seperti perhotelan dan transportasi).
Pendapatan anggota legislatif juga tidak termasuk zakat perdagangan karena tidak ada komoditas yang diperjualbelikan.
(b). Tetapi pendapatan legislatif mirip dengan pendapatan manajemen perusahaan, dosen, dan dokter. Di mana salary atau fee yang didapatkannya itu kompensasi atas jasanya.
Hal ini terlihat dari fungsi dan tugasnya. DPR memiliki tiga fungsi, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Dengan tugas-tugas di antaranya, menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas), menyusun dan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU), memberikan persetujuan atas RUU tentang APBN (yang diajukan Presiden), melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN, dan kebijakan pemerintah.
Atas tugas-tugas tersebut, anggota legislatif mendapatkan salary bulanan DPR sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 75 Tahun 2020.
(c). Dalam istilah fikih klasik dikategorikan sebagai mal mustafad atau dalam istilah fikih kontemporer dinamakan kasb al-‘amal.
Keempat, berdasarkan kesimpulan bahwa anggota legislatif adalah profesional dan yang diberlakukan adalah zakat penghasilan atau pendapatan, maka cara menunaikan zakatnya bisa dengan dua pilihan:
(1). Ditunaikan setiap tahun saat total pendapatan di akhir tahun mencapai minimum senilai 85 gram emas dan dikeluarkan 2,5 persen.
Ilustrasinya, jika total pendapatan yang diterima oleh anggota legislatif dalam satu tahun sebesar Rp 85 juta, maka zakat yang harus ditunaikannya di akhir tahun adalah Rp 85 juta x 2,5 persen = Rp 2,125 juta.
Pilihan tahunan dengan seluruh ketentuannya itu merujuk pada zakat emas. Pilihan tahunan ini juga sebagaimana dijelaskan dalam Fatwa MUI, “Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Kadar zakat penghasilan adalah 2,5 persen.” (Fatwa MUI No 3 Tahun 2003).
Sebagaimana penjelasan Komisi Fatwa MUI, “Komponen penghasilan yang dikenakan zakat meliputi setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain lain yang diperoleh dengan cara halal...” (Keputusan Ijtima Komisi Fatwa ke-6 Tahun 2018).
Dan sebagaimana PMA, “Nisab zakat pendapatan senilai 85 gram emas. Dan kadar zakat pendapatan dan jasa senilai 2,5 persen.” (PMA No 31 Tahun 2019).
(2) Atau ditunaikan setiap bulan saat total pendapatannya di akhir tahun mencapai minimum senilai 85 gram emas dan dibagi 12, kemudian dikeluarkan 2,5 persen.
Ilustrasinya, jika total pendapatan yang diterima anggota legislatif dalam satu tahun sebesar Rp 85 juta, maka zakat yang harus ditunaikannya di bulan atau setiap bulan tersebut adalah (Rp 85 juta / 12) x 2,5 persen = Rp 177.083.
Pilihan bulanan ini secara tegas dijelaskan dalam putusan Baznas, “Nishab zakat pendapatan dan jasa tahun 2024 senilai 85 gram emas atau setara dengan Rp 82.312.725,00 per tahun atau Rp 6.859.394,00 per bulan." (SK Baznas Nomor 1 Tahun 2024 Tentang Nisab Zakat Pendapatan dan Jasa Tahun 2024).
Dari sisi fikih, pilihan setiap bulan itu termasuk mencicil zakat. Kewajiban zakat yang seharusnya dibayar di akhir haul itu dicicil setiap bulan.
Atau dkategorikan sebagai titipan pembayaran zakat sebagaimana Fatwa MUI, “Setiap Muslim yang memiliki penghasilan dalam satu tahunnya mencapai nisab boleh dikeluarkan zakat penghasilannya setiap bulan sebagai titipan pembayaran zakat.” (Putusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI tahun 2018).
Wallahu a’lam.
