Transaksi atau Produk LKS via Bursa Komoditas
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Terkait perdagangan komoditas di bursa, bagaimana ketentuan akad dan skemanya? Bolehkah lembaga keuangan syariah (LKS) membuat produk melalui bursa komoditas? Bagaimana contoh praktik di bursa komoditas di luar negeri? Mohon penjelasan Ustaz. -- Saiful, Bekasi
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, substansi transaksi (gambaran). Jika menelaah tahapan transaksi di bursa komoditas syariah dan untuk memudahkan gambaran terkait flow transaksi yang ada di bursa komoditas, maka sesungguhnya transaksi utama yang diberlakukan adalah tawarruq dan murabahah.
Dalam produk bank syariah, seperti pembiayaan KPR (yang menggunakan akad murabahah). Di mana bank syariah membeli rumah sesuai pesanan nasabah, kemudian dijual kepadanya dengan akad murabahah.
Bedanya, dalam pembiayaan KPR, konsumen membeli rumah untuk dimanfaatkan atau digunakan. Sedangkan dalam bursa komoditas, barang tersebut dibeli untuk dijual sehingga mendapatkan dana tunai.
Kedua, ketentuan dan batasan (dhawabith). Sebelum berbicara tentang ketentuan yang harus diberlakukan dalam transaksi antara para pihak di bursa komoditas, maka yang perlu ditegaskan beberapa hal sebagai berikut.
(a) Bursa berjangka dan seluruh operasionalnya itu harus legal (berizin). Maksudnya tercatat atau berizin di otoritas sebagai bursa komoditas yang dikelola sesuai dengan prinsip syariah, ada pengawasan syariah, dan mendapatkan izin atau sertifikat syariah dari Dewan Syariah Nasional MUI.
(b). Hanya diperuntukkan dalam kondisi al-hajah, seperti memenuhi kebutuhan likuiditas LKS. Bagi lembaga keuangan syariah (LKS), perdagangan di bursa komoditas (suq sila’) syariah tidak dijadikan sebagai produk yang dijual ke publik seperti halnya tabungan atau pembiayaan.
Alasannya, bukan semata-mata merujuk pada kehalalan tawarruq yang menjadi skema di bursa komoditas atau berjangka, tetapi pertimbangan jangka panjang.
Bukan hanya mempertimbangkan faktor yang halal atau tidak halal, tetapi sebagai bentuk mitigasi agar LKS tetap menjalankan produk berdasarkan skema atau akad inti seperti mudharabah, jual beli, dan ijarah.
Bukan hanya mempertimbangkan faktor yang halal atau tidak halal, tetapi sebagai bentuk mitigasi agar LKS tetap menjalankan produk berdasarkan skema atau akad inti seperti mudharabah, jual beli, dan ijarah.
(c) Jika transaksi di bursa komoditas itu terjadi di bursa komoditas syariah, maka di antara ketentuan yang harus diberlakukan adalah: Barang yang diperjualbelikan itu wujud atau riil (bukan fiktif), barang tersebut saat diperjualbelikan berpindah kepemilikan, harus ada serah terima fisik ataupun nonfisik sebagai bukti perpindahan, ada bukti perpindahan kepemilikan dan bukti kepemilikan.
Jika barang tersebut dimiliki oleh beberapa orang, maka harus jelas kepemilikan dan legalitasnya. Terhindar dari berkebun komoditas, maksudnya barang tersebut selamanya di gudang, tidak pernah pernah beredar dan keluar gudang, dan tidak pernah dimanfaatkan oleh si pemiliknya.
Dikelola oleh bursa dan sistem yang menerapkan ketentuan dan aturan syariah terkait, memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bisa memastikan kehalalan operasional, termasuk keberadaan komoditas, perpindahan kepemilikan komoditas yang diperjualbelikan.
Ketiga, ketentuan akad dalam tahapan transaksi. Ketentuan yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Tahapan pertama, konsumen komoditas selaku calon pembeli memesan kepada peserta komersial dan berjanji (wa’d) akan melakukan pembelian komoditas.
Tahapan kedua, LKS sebagai peserta komersial membeli (al-bai’) komoditas tersebut dari peserta pedagang komoditas (supplier) sesuai dengan pesanan konsumen secara tunai dengan SPAKT sebagai bukti kepemilikan untuk memastikan LKS telah sah memiliki komoditas yang akan dijual kepada konsumen.
Fatwa DSN menjelaskan, peserta komersial membeli komoditas dari sejumlah peserta pedagang komoditas dengan pembayaran tunai, kemudian menerima dokumen kepemilikan yang berupa Surat Penguasaan Atas Komoditi Tersetujui (SPAKT) yang diterbitkan oleh bursa melalui sistem, sebagai bukti atas pembelian komoditas dari peserta pedagang komoditas (Fatwa DSN MUI No 82).
Tahapan ketiga, LKS menjual komoditas kepada konsumen dengan akad murabahah secara tangguh atau tidak tunai. Fatwa DSN menjelaskan, peserta komersial menjual komoditas kepada konsumen komoditas dengan akad murabahah dan diikuti dengan penyerahan dokumen kepemilikan (Fatwa DSN MUI No 82).
Tahapan keempat, konsumen menjual komoditas tersebut ke pedagang komoditas di bursa berjangka (perdagangan lanjutan). Maksudnya, konsumen menjual komoditas yang dibelinya secara tangguh kepada peserta pedagang melalui bursa secara tunai.
Tahapan kelima, konsumen melakukan pelunasan kepada LKS secara tangguh. Fatwa DSN menjelaskan, konsumen komoditas membayar kepada peserta komersial secara tangguh atau angsuran sesuai kesepakatan dalam akad murabahah dan menerima fisik komoditas tersebut (Fatwa DSN MUI No 82).
Tahapan transkasi tersebut dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut.
(1) Konsumen komoditas mendapat jaminan untuk menerima komoditas dalam bentuk SPAKT dari peserta komersial, sehingga dengan demikian, telah terjadi qabdh hukmi.
(2) Peserta pedagang komoditas mewakilkan kepada bursa untuk membeli komoditas secara tunai dengan akad wakalah.
(3) Konsumen komoditas boleh menjual komoditas kepada peserta pedagang komoditas secara tunai dengan akad bai' melalui bursa selaku wakil pembeli (peserta pedagang komoditas).
(4) Konsumen komoditas menyerahkan komoditas dengan mengalihkan jaminan akan terjadinya serah fisik (SPKAT) yang diterima dari peserta komersial.
(5) Konsumen komoditas menerima pembayaran tunai dari peserta pedagang komoditas.
(6) Settlement (penyelesaian transaksi) komoditas antar peserta pedagang komoditas dilakukan dengan akad muqayadhah (Fatwa DSN MUI No 82).
Keempat, contoh tahapan transaksi di bursa komoditas di luar negeri. Di antara contoh tahapan transaksi di bursa komoditas di salah satu bursa komoditas di Timur Tengah yang saya ilustrasikan sebagai berikut.
(1) Pak Ahmad membutuhkan dana Rp 1 miliar dan mengajukan pembiayaan kepada LKS.
(2) Melalui agen di suq sila’ (bursa komoditas), LKS membeli 1 ton kopi senilai Rp 1 miliar di bursa komoditas dengan pembayaran tunai (dengan menggunakan akad hawalah dan netting).
(3) LKS menjual 1 ton kopi tersebut kepada konsumen pemesan seharga Rp 1,2 miliar dengan pembayaran tidak tunai atau angsur.
(4) Melalui agen di bursa komoditas, konsumen menjual kopi tersebut kepada pedagang komoditas senilai Rp 1 miliar.
(5) Cara pembayarannya dilakukan dengan hawalah dan netting. Di antara contohnya adalah pedagang komoditas punya kewajiban atau utang kepada konsumen. Kemudian ia mengalihkan kewajiban atau utang tersebut kepada supplier atau penjual komoditas.
Selanjutnya, karena penjual komoditas mendapatkan pengalihan untuk membayar utang, maka ia meminta kepada LKS untuk membayarkan uang senilai Rp 1 miliar kepada konsumen.
(6) Konsumen melunasi kewajiban kepada LKS secara tidak tunai atau angsur.
Wallahu a’lam.
