• Sunrise At: 05:46
  • Sunset At: 17:50
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Investasi di Kripto

Assalamu’alaikum wr. wb.

Saat ini transaksi kripto sudah dilegalkan dan dianggap sebagai aset digital. Dari sisi syariah, bagaimana ketentuan berinvestasi di kripto? Mohon penjelasan ustadz.

Anwar, Majalengka

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Pertama-tama, sebelum menjelaskan tentang ketentuan dan tuntunan seputar invstasi di kripto, terlebih dahulu ditegaskan bahwa pertanyaan ini akan dijawab setelah ketentuan ihwal kripto tersebut halal atau tidak itu menjadi clear merujuk pada otoritas fatwa DSN MUI dan juga bank sentral di Indonesia.

Dari aspek fikih, ketentuan syariah seputar investasi di kripto itu merujuk pada hal-hal berikut: (1) Apakah kripto terhindar dari transaksi terlarang ataukah sarat dengan transaksi terlarang? (2) Apakah kripto tersebut telah memenuhi rukun dan syarat akad terkait? (3) Apakah dalam praktiknya, platform dan sistem telah mengakomodir ketentuan syariah (sehingga ketentuan syariah teraplikasikan)? Ataukah sistemnya belum mengakomodir ketentuan syariahnya?

Dari sisi akad, apakah investasi di kripto ini memenuhi ketentuan dan rukun akad bisa diuji atau dibedah rukun dan syarat akad yang terkait dengan investasi di kripto. Di mana di antara akad yang terkait dengan investasi kripto itu adalah akad mudharabah dan wakalah bi al-istitsmar.

Jika akad yang digunakan adalah bagi hasil dan wakalah bil istitsmar, maka harus memenuhi ketentuan berikut, di antaranya:

Pertama, memenuhi ketentuan modal, yaitu: (1) Modal usaha mudharabah harus diserahterimakan secara bertahap atau tunai sesuai kesepakatan. (2) Modal tidak boleh dalam bentuk piutang. (3) Modal usaha yang diserahkan oleh pemilik modal wajib dijelaskan jumlah/nilai nominalnya. (4) Jenis mata uang yang digunakan sebagai modal wajib disepakati oleh para pihak. Jika pemilik modal menyertakan modal berupa mata uang yang berbeda, wajib dikonversi ke dalam mata uang yang disepakati sebagai modal pada saat akad. (Fatwa DSN MUI No.115/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah).

Ketentuan terkait modal yang diinvestasikan: (1) Modal harus dapat diserahterimakan baik secara sekaligus (tunai) atau bertahap sesuai kesepakatan. (2) Modal pada dasarnya wajib dalam bentuk uang, namun boleh juga dalam bentuk barang atau kombinasi antara uang dan barang. (3) Jenis mata uang yang digunakan sebagai modal wajib disepakati oleh para pihak. (4) Jika pemilik modal menyertakan modal berupa mata uang yang berbeda, wajib dikonversi ke dalam mata uang yang disepakati sebagai modal pada saat akad. (5) Modal tidak boleh dalam bentuk piutang. (Fatwa DSN MUI No.126/DSN-MUI/VII/2019 tentang Akad Wakalah bi al-Istitsmar).

Pertanyaan selanjutnya, apakah saat kripto menjadi modal dalam investasi bisa memenuhi kriteria modal sesuai penjelasan Fatwa DSN di atas?

Selanjutnya, pertanyaannya adalah apakah kripto tersebut bisa memenuhi ketentuan terkait dengan modal (ra’sul mal), di antaranya halal, bernilai materil, bisa divaluasi, dan bisa diserahterimakan?

Kedua, ada amal usaha yang dikelola dan memenuhi ketentuan terkait, yaitu: (1) Usaha yang dilakukan harus usaha yang halal dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan/atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pengelola dalam melakukan usaha mudharabah harus atas nama entitas mudharabah, tidak boleh atas nama dirinya sendiri. (3) Biaya-biaya yang timbul karena kegiatan usaha atas nama entitas mudharabah, boleh dibebankan ke dalam entitas mudharabah. (4) Pengelola tidak boleh meminjam, meminjamkan, menyumbangkan, atau menghadiahkan modal dan keuntungan kepada pihak lain, kecuali atas dasar izin dari pemilik modal. (5) Pengelola tidak boleh melakukan perbuatan yang termasuk at-ta’addi, at-taqshir, dan/atau mukhalafat asy-syuruth. (Fatwa DSN MUI No.115/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah).

Ketentuan terkait investasi (istitsmar) : (1) Investasi yang dilakukan dalam Akad Wakalah bi al-Istitsmar harus sesuai dengan prinsip syariah. (2) Investasi dalam Akad Wakalah bi al-Istitsmar boleh dilakukan dengan Akad Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, Bai’, atau akad lain yang sesuai dengan prinsip syariah. (3) Investasi dalam Akad Wakalah bi al-Istitsmar boleh dengan pembatasan (Wakalah bi al-Istitsmar Muqayyadah) maupun tanpa pembatasan (Wakalah bi al-Istitsmar Muthlaqah). (4) Akad Wakalah bi al-Istitsmar Muqayyadah tidak dapat diubah batasan-batasannya secara sepihak. (Fatwa DSN MUI No.126/DSN-MUI/VII/2019 tentang Akad Wakalah bi al-Istitsmar).

Saat kripto layaknya mata uang lain seperti rupiah diinvestasikan di pasar kripto dalam sebuah platform tertentu, pertanyaan apakah ada usaha riil yang wujud dan dikelola oleh pihak ketiga ataukah tidak? Jika tidak ada, maka sesungguhnya tidak ada sumber bagi hasil sehingga investasinya tidak sah. Jika ada, apakah memenuhi kriteria usaha sebagaimana fatwa tersebut di atas?

Pertanyaan selanjutnya, usaha yang dikelola itu apa? Halal atau tidak? Apakah itu bisa menjadi sumber bagi hasil atau tidak?

Ketiga, ada kesepakatan tentang bagi hasil sesuai dengan akadnya, di antaranya yaitu: (1) Sistem/metode pembagian keuntungan harus disepakati dan dinyatakan secara jelas dalam akad. (2) Nisbah bagi hasil harus disepakati pada saat akad. (3) Nisbah bagi hasil tidak boleh dalam bentuk nominal atau angka persentase dari modal usaha. (4) Nisbah bagi hasil tidak boleh menggunakan angka persentase yang mengakibatkan keuntungan hanya dapat diterima oleh salah satu pihak; sementara pihak lainnya tidak berhak mendapatkan hasil usaha mudharabah. (Fatwa DSN MUI No.115/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Mudharabah).

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah ada perjanjian yang mengikat antara para pihak dengan klausul-klausul seperti dalam fatwa di atas?

Setelah mengetahui ketentuan dan syarat yang harus dipenuhi saat investasi kripto menggunakan akad mudharabah atau wakalah bil istitsmar itu benar, maka ada dua pertanyaan berikut yang harus dipastikan keterpenuhannya dalam investasi di kripto yaitu sebagai berikut:

Pertama, pertanyaan seputar pemenuhan syarat dan rukun akad. Apakah alat atau uang kripto saat dijadikan modal itu bisa diserahterimakan secara tunai? Bisa dijadikan modal investasi dan bisa dievaluasi nilainya seperti halnya rupiah dan dolar saat dijadikan modal investasi di saham syariah?

Kedua, pertanyaan seputar apakah dalam platform dan sistem investasinya itu telah memuat perjanjian dan ketentuan tersebut? Apakah ada garansi terkait dengan pemenuhan dan kepatuhan syariahnya?

Oleh karena itu, disimpulkan jawaban dalam tulisan ini belum bisa memberikan jawaban akhir bahwa investasi di kripto itu patuh syariah atau tidak. Tetapi baru bisa menjelaskan tentang isu krusial dalam investasi kripto. Jika investasi dalam kripto itu memenuhi unsur-unsur akad sebagaimana dijelaskan dalam fatwa dan platform/sistemnya itu bisa memberikan garansi keterpenuhan tersebut, maka investasi di kripto dibolehkan. Tetapi jika unsur-unsur dalam akad tersebut di atas tidak terrealisasi dan tidak terwujud atau terwujud tetapi sistemnya belum bisa mengakomodir, maka investasi di kripto tidak diperbolehkan menurut syariah. Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia