• Sunrise At: 05:27
  • Sunset At: 17:46
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Hasil Tani Dizakati Setelah Dikurangi Biaya Pertanian?

Apakah zakat yang dikeluarkan dari hasil tani itu setelah dikurangi biaya-biaya pertanian?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Ustaz, saya memiliki beberapa petak sawah. Apakah zakat yang dikeluarkan dari hasil tani itu setelah dikurangi biaya-biaya pertanian? Seperti biaya menanam bibit, biaya mencangkul, dan sejenisnya. -- Ramli, Sukabumi

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Di beberapa literatur zakat, seperti Fikih Zakat, Al-Qardhawi (1/394) dibedakan saat biaya operasional pertanian, dengan cara berutang ataupun tidak.

Maka jawaban atas pertanyaan tersebut akan dipilah berdasarkan kedua kondisi.

Pertama, utang atas biaya pertanian. Al-Qardhawi menyimpulkan bahwa Ibnu Abbas dan Ibnu Umar sepakat bahwa utang yang digunakan untuk membiayai proses pertanian itu diambil dari hasil tani. Selanjutnya, sisa atau neto itu yang dizakati.

Kedua, biaya pertanian yang dibayarkan tunai. Dalam fikih zakatnya, al-Qardhawi menjelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat ihwal ini.

Menurut sebagian, zakat pertanian ditunaikan dari bruto, sehingga tarif zakat ditunaikan dari hasil pertanian atau perkebunan tanpa dikurangi biaya-biaya pertanian atau perkebunan tersebut.

Sedangkan yang lain berpendapat bahwa zakat pertanian ditunaikan dari neto, sehingga tarif ditunaikan setelah dikurangi biaya-biaya pertanian atau perkebunan.

Berikut kutipan penjelasan para ahli fikih yang merekam perbedaan pendapat tersebut, di antaranya,

(1) Ibnu Hazm menjelaskan,

‎قال ابن حزم : لا يجوز أن يعد الذي له الزرع والثمر ما انفق في حرث أوحصاد أو جمع أو درس أو تزبيل - أي تسميد بالزبل - أو جداد أو حفر أو غير ذلك، فيسقطه من الزكاة، وسواء تداين في ذلك أو لم يتداين، أتت النفقة على جميع قيمة الزرع أو الثمر أو لم تأت، وهذا مكان قد اختلف السلف فيه.

"Pemilik pertanian atau perkebunan itu tidak boleh menghitung biaya menanam, memetik, melubangi atau aktivitas sejenisnya sebagai biaya yang diperhitungkan (dialokasikan dari hasil tani), baik itu disediakan dengan berutang ataupun tidak, baik biaya tersebut mencakup semua operasional pertanian atau tidak. Dalam masalah ini, ulama salaf telah berbeda pendapat." (Al-Qardhawi, Fiqh Zakat, 1/394 menukil dari al-Muhalla 5/258).

(2) Ibnu Hazm menyebutkan,

‎ثم ذكر ابن حزم بسنده عن جابر بن زيد عن ابن عباس وابن عمر في الرجل ينفق على ثمرته، فقال أحدهما : يزكيها. وقال الآخر : ير فع النفقة، ويزكي الباقي.

"Kemudian Ibnu Hazm menyebutkan dengan sanad dari Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas dan Ibnu Umar, ihwal seseorang yang mengeluarkan biaya untuk perkebunan. Salah seorang di antara keduanya mengatakan, ia menunaikan zakatnya. Sedangkan yang lain berpendapat, biaya itu diambil dari hasil tani dan sisanya yang ditunaikan zakatnya." (Al-Qardhawi, Fiqh Zakat, 1/394 menukil dari al-Muhalla 5/258).

(3) Imam ‘Atha menyebutkan,

‎وعن عطاء : أنه يسقط مما أصاب النفقة، فإن بقي مقدار ما فيه الزكاة زكي، وإلا فلا.

Dari ‘Atha ia berkata, “Biaya yang dikeluarkan itu dibebankan kepada hasil tani. Jika hasil tani yang masih tersisa sebesar wajib zakat, maka ia tunaikan zakat. Jika tidak (memenuhi kriteria zakat --pen), maka tidak wajib zakat." (Al-Qardhawi, Fiqh Zakat, 1/394 menukil dari al-Muhalla 5/258).

(4) Respons dan jawaban Ibnu Hazm,

ورد ابن حزم على هذا القول بأنه لا يجوز اسقاط حق أوجبه الله تعالى بغير نص قرآن ولا سنة ثابتة. قال : وهذا قول مالك والشافعي وأبي حنيفة وأصحابنا

"Selanjutnya, Ibnu Hazm menjawab pendapat ini bahwa tidak boleh membebankan biaya tersebut terhadap hasil tani tanpa merujuk kepada ayat Alquran ataupun sunah. Ia mengatakan, 'Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, dan sahabat-sahabat kami'." (Al-Qardhawi, Fiqh Zakat, 1/394 menukil dari al-Muhalla 5/258).

Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia