• Sunrise At: 05:27
  • Sunset At: 17:46
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Aset Negara Dikelola Sebagai Aset Bisnis, Wajib Zakat?

Apakah aset negara yang dikelola dalam betuk bisnis seperti BUMN wajib zakat?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Aset-aset yang dimiliki oleh negara yang dikelola dalam bentuk bisnis seperti BUMN, apakah wajib zakat atau tidak? Bagaimana ketentuan fikihnya? Mohon penjelasan Ustaz. --Namira, Medan

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.

Pertama, gambaran (tashawwur). Salah satu contoh aset publik yang biasa dijelaskan dalam literatur fikih klasik adalah aset bait al-mal, yaitu aset yang diperoleh dengan cara halal dan legal, yang dikelola oleh pemerintah sebagai representasi dari rakyat dan menggunakannya untuk kepentingan publik.

Aset-aset tersebut sebagiannya diinvestasikan atau dikelola sebagai aset bisnis. Seperti aset yang dikelola di industri energi, minyak dan gas, industri kesehatan, industri manufaktur, industri mineral dan batubara, industri pangan dan pupuk, industri perkebunan dan kehutanan, jasa asuransi dan dana pensiun, jasa infrastruktur, jasa keuangan, jasa logistik, jasa pariwisata dan pendukung, serta jasa telekomunikasi dan media.

Kedua, ketentuan hukum dan dalil. Ada dua pendapat ihwal masalah ini.

(a) Wajib zakat layaknya aset-aset bisnis yang dimiliki oleh personal. Pendapat ini dinisbatkan oleh sebagian ahli kepada Muhammad bin Hasan asy-Syaibani (salah seorang ulama Hanafiyah) sebagaimana yang dinukil oleh as-Sarkhasi dari Muhammad bin Hasan.

Pendapat ini juga menjadi pilihan beberapa ulama yang memberikan telaah kritis dalam dua seminar zakat, yaitu seminar zakat yang ke-8 dan seminar zakat yang ke-13 terkait dengan masalah-masalah zakat kontemporer (seperti Dr Muhammad Nu’aim Yasin, Dr Rafiq Yunus al-Mishri, Abdul Hamid al-Ba’li, Hasan al-Bidi, dan Dr Abdurrahman bin ‘Uqail).

Shalih bin Muhammad al-Fauzan dalam tulisannya "Zakat Amwal ad-Dawlah", hal 450-453, menjelaskan dalil-dalil berikut.

(1) Pendapat Hasan asy-Syaibani:

فإن اشترى بمال الخراج غنماً سائمة للتجارة وحال عليها الحول فعليه فيها الزكاة، وهذا بخلاف ما إذا اجتمعت الغنم المأخوذة في الزكاة في يد الإمام وهي سائمة فحال عليها الحول؛ لأن هناك لا فائدة في إيجاب الزكاة؛ فإن مصرف الواجب والموجب فيه واحد، وهنا في إيجاب الزكاة فائدة؛ فإن مصرف الموجب فيه المقاتلة ومصرف الواجب الفقراء، فكان الإيجاب مفيداً فلهذا تجب الزكاة (المبسوط للسرخسي ٥٢/٣).

“Jika seseorang dengan aset kharaj membeli kambing yang digembalakan untuk tujuan bisnis dan sudah berusia satu tahun, maka itu wajib zakat. Berbeda halnya jika kambing yang diambil di tangan pemilik digembala dan sudah berusia satu tahun, karena tidak ada manfaat dari kewajiban tersebut, karena peruntukan dari berstatus wajib dan al-mujabfihi itu sama. Di sini dengan mewajibkan zakat itu bermanfaat. Karena sesungguhnya peruntukan al-mujabfihi itu al-muqatalah dan peruntukan wajib itu dhuafa, maka ijab itu bermanfaat oleh karena itu wajib zakat.” (Al-Mabsuth li Sarkhasi 3/52).

(2) Sesungguhnya, aset menjadi wajib zakat saat ia menjadi aset yang berkembang secara ekonomi. Jika aset itu dijadikan aset investasi, maka sudah memenuhi kriteria ini (wajib zakat) walaupun aset tersebut adalah aset publik (Buhuts fii zakah, Dr Rafiq Yunus al-Mishri, hal 81).

(3) Sesungguhnya ada perbedaan antara peruntukan atau penerima aset negara dengan zakat. Di mana aset negara itu diperuntukkan bagi kebutuhan umat Islam seperti upah para pegawai dan infrastruktur pemerintah.

Sedangkan zakat itu diperuntukkan bagi kelompok penerima zakat seperti dhuafa. Jika ada perbedaan, maka zakat wajib ditunaikan dalam aset negara dan tidak wajib bagi aset zakat.

Inilah substansi yang disampaikan oleh Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani sebagaimana dinukil oleh as-Sarkhasi.

(4) Aset negara yang diinvestasikan itu dapat dianalogikan dengan harta yatim yang diinvestasikan oleh walinya. Di mana para wali yang diberikan amanah untuk menginvestasikan harta anak yatim harus menunaikan zakat mereka.

Oleh karena itu, pemimpin atau otoritas juga wajib menunaikan zakat baitul mal (telaah kritis Dr Muhammad Nu’aim Yasin dalam seminar zakat yang ke-8, hal 421).

(5) Pada saat lembaga-lembaga pemerintah ikut serta dalam perusahaan-perusahaan swasta, maka ia menjadi entitas hukum terpisah yang memiliki tujuan bisnis dan ini berarti wajib zakat atas bagiannya. (Jawaban atas pertanyaan ke-4 dari fatwa al-Lajnah Da’imah di Kingdom Saudi Arabia, No 22665, tanggal 15/4/1424 H).

(6) Sesungguhnya, lembaga dan perusahaan-perusahaan pemerintah yang mengelola dan mengembangkan aset negara sebagai aset bisnis itu berkompetisi dengan perusahaan-perusahaan swasta yang menunaikan zakatnya.

Jika perusahaan-perusahaan pemerintah ini tidak wajib zakat, maka perusahaan-perusahaan swasta tersebut tidak mungkin bersaing secara adil dan itu akan merugikan ekonomi Islam, bertentangan dengan prinsip keadilan yang menjadi salah satu maqashid syariah (telaah kritis Dr Abdurrahman bin ‘Uqail dan Dr Rahman Hasan al-Ba’li dalam seminar ke-13 tentang zakat, hal 137).

(7) Sesungguhnya perusahaan itu menjadi satu entitas hukum, maka seluruh asetnya di-treatment menjadi satu entitas walaupun pemilik asetnya atau para owner itu banyak.

Hal ini merujuk kepada konsep al-khilthah menurut para ulama yang berpendapat bahwa khilthah itu berakibat hukum kepada masalah ternak yang digembala, seperti khilthah dalam alat bayar dan aset bisnis merujuk pada keumuman lafaz khilthah dan analogi selain hewan terhadap hewan tersebut (ini adalah pendapat mazhab Syafi’i dalam qaul jadid-nya dan salah satu riwayat ulama mazhab Hanbali yang bisa dilihat dalam al-Hawi al-Kabir 3/142, Raudhatu ath-Thalibin 3/173, al-Mughni 4/64, Al-Mubdi’ 2/335).

(8) Dalam buku Ahkam wa Fatawa Zakah, Baitu az-Zakah al-Kuwaiti cetakan ke 14, tahun 2021, Kuwait, hal 140-141, dijelaskan:

المال العام الذي يستثمر ليدر ربحاً عن طريق مؤسسات عامة مملوكة بالكامل للدولة، يراد لها أن تعمل على أسس تجارية وأن تحقق أرباحاً،...، مع وجود رأي آخر يرى أن هذا المال يخضع للزكاة وهذا ما ذهب إليه الإمام محمد بن الحسن الشيباني صاحب أبي حنيفة .

“Aset publik yang dikelola sebagai aset bisnis untuk mendapatkan keuntungan melalui lembaga entitas publik yang dimiliki oleh negara itu tidak wajib zakat menurut mayoritas ahli fikih. Sedangkan beberapa ulama berpendapat bahwa aset publik tersebut tetap wajib zakat sebagaimana pendapat Imam Ahmad bin Hasan Asy-Syaibani (sahabat Abu Hanifah) (Nadwah yang ke-13, Sudan, 2004).”

(9) Pendapat bahwa aset negara yang dijadikan proyek bisnis itu diadopsi dalam regulasi direktorat zakat dan pendapatan di Arab Saudi (pendapat ini juga bersumber dari lembaga fatwa di Saudi terkait dengan bagian dari pemerintah dalam syarikat musahamah).

Juga diadopsi dalam regulasi di Sudan (pendapat ini juga diambil dalam undang-undang zakat Sudan di pasal 3, lihat Qadhaya Fiqh Min Waqi Tajribati as-Sudan).

(b) Tidak wajib zakat (sebagaimana pendapat mayoritas ahli fikih; Lembaga Fikih OKI dan Nadwah zakat kontemporer yang ke-13).

Sebagaimana referensi dan tuntunan berikut.

(1) Penjelasan Lembaga Fikih OKI:

جاء ذلك في قرار المجمع بالنسبة لنصيب الدولة في الشركات المساهمة، ونصه: ويطرح نصيب الأسهم التي لا تجب فيها الزكاة، ومنها أسهم الخزانة العامة. (مجلة المجمع ٨٨١/١/٤).

“Keputusan Lembaga Fikih OKI saat menjelaskan bagian negara dalam syarikat musahimah bahwa, bagian saham yang tidak wajib zakat itu dikeluarkan (dari daftar aset wajib zakat, pen.) di antaranya saham yang dimiliki oleh negara.” (Majalah Majma’ 4/1/881).

(2) Dalam buku Ahkam wa Fatawa Zakah, Baitu az-Zakah al-Kuwaiti cetakan ke-14, tahun 2021, Kuwait, hal 140-141, dijelaskan:

المال العام الذي يستثمر ليدر ربحاً عن طريق مؤسسات عامة مملوكة بالكامل للدولة، يراد لها أن تعمل على أسس تجارية وأن تحقق أرباحاً، وهذا النوع غير خاضع للزكاة في رأي الأكثرية...

“Aset publik yang dikelola sebagai aset bisnis untuk mendapatkan keuntungan melalui lembaga entitas publik yang dimiliki oleh negara itu tidak wajib zakat menurut mayoritas ahli fikih...”

Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia