Perusahaan Wajib Zakat, Bagaimana Tuntunannya?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ustaz, apakah perusahaan itu wajib mengeluarkan zakat? Jika diwajibkan apa landasan dan siapa yang harus mengeluarkan zakatnya? Jika perusahaan sudah mengeluarkan zakat, apakah karyawan juga tetap mengeluarkan zakat? Mohon penjelasan Ustaz. --Setiawan, Jakarta
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Prinsipnya, perusahaan itu wajib menunaikan zakat. Teknisnya, zakat perusahaan tersebut wajib ditunaikan oleh manajemen perusahaan saat laba perseroan mencapai minimal senilai 85 gram emas dalam setahun, ditunaikan sebesar 2,5 persen dari laba perusahaan.
Zakat perusahaan itu adalah zakat para pemilik saham (owner) perusahaan. Oleh karena itu, saat perusahaan sudah menunaikan zakatnya, maka gugur kewajiban zakat para pemilik saham.
Walaupun perusahaan sudah menunaikan zakatnya, manajemen perusahaan dan pegawai tetap wajib menunaikan zakat pendapatannya saat memenuhi kriteria.
Di antara contohnya, pada Ramadhan 2024, salah satu bank syariah telah menyalurkan zakat senilai Rp 189,7 miliar dari laba perusahaan senilai Rp 5,7 triliun atau 2,5 persen dari laba sepanjang tahun 2023.
Kesimpulan bahwa perusahaan itu wajib mengeluarkan zakatnya, sebagaimana alasan berikut.
(1) Aktivitas perusahaan adalah aktivitas bisnis atau an-nama’ (berkembang). Apapun perusahaannya, aktivitas utamanya adalah bisnis, baik perusahaan di bidang penyewaan ataupun di bidang produksi barang dan penjualan yang memenuhi kriteria an-nama’ (harta yang berkembang) sebagai salah satu kriteria wajib zakat.
Sebagaimana ditegaskan oleh Imam ash-Shan’ani, "Bahwa sesungguhnya substansi zakat itu tidak berlaku kecuali pada harta yang berkembang.” (as-Shan’ani, Bada’i As Sana’i, 2/11).
(2) Kaidah al-khiltah dan al-milkiyah. Maksudnya, saat saham-saham yang dimiliki personal itu digabung menjadi saham perusahaan, maka seluruh saham tersebut menjadi milik perusahaan.
Sebagai entitas hukum yang memiliki hak dan kewajiban, layaknya individu karena perusahaan memiliki tanggung jawab yang terpisah dari tanggung jawab pemilik saham.
Oleh karena itu, aset perusahaan bukan milik para pemilik saham sebagai individu, tetapi milik perusahaan sebagai syakhshiah maknawiah.
Sebagaimana dijelaskan dalam buku Ahkam wa Fatwa Zakah, Bait az-Zakah al-Kuwaity, "Alasan pandangan ini mengambil prinsip al-khultah yang dijelaskan dalam hadis Rasulullah SAW tentang zakat hewan, di mana kaidah tersebut berlaku tidak hanya untuk zakat hewan tetapi untuk zakat-zakat lain menurut sebagian mazhab fikih yang mu’tabarah dan sebagaimana kaidah ini juga diadopsi dalam muktamar zakat yang pertama (Muktamar Internasional I tentang Zakat, 29 Rajab 1404 H)."
Penjelasan ash-Shadiq al-Basyir, "Manajemen perusahaan menunaikan zakat perusahaan sebagaimana yang dilakukan oleh pribadi atau personal yang menunaikan zakat pribadinya dengan merujuk kepada prinsip al-khiltah menurut para ahli fikih yang berpendapat bahwa khiltah itu berlaku umum setiap aset."
(3) Pilihan ini lebih bermanfaat dan lebih berkah untuk penerima seperti mustahik dan juga muzakki. Dengan ditunaikannya zakat perusahaan ini akan membuka keran donasi.
Ada dana sosial yang bisa disalurkan untuk menyelesaikan masalah-masalah keuangan dan sosial khususnya para dhuafa di Indonesia yang jumlahnya sangat banyak.
Pada saat yang sama, zakat ini juga memberikan keberkahan kepada para pemilik saham sebagai donatur juga keluarga besar perusahaan.
(4) Putusan lembaga fikih OKI, "Manajemen perusahaan itu wajib menunaikan zakat para pemilik saham layaknya personal menunaikan zakatnya." (Keputusan Lembaga Fikih OKI No 28 (3/4) tentang Zakat Saham Perusahaan).
(5) Beberapa keputusan lembaga fikih, di antaranya Muktamar Internasional I tentang Zakat (29 Rajab 1404 H), dan PMA No 52 Tahun 2014, dan Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 Tahun 2021 tentang Hukum Zakat Perusahaan.
Wallahu a’lam.
