Dana non Halal yang Diterima LAZ
Ustadz saya mau tanya kalau LAZ menerima dana haram misal dana CSR atau zakat dari bank konven atau perusahaan rokok atau lainnya. Kalau menurut antum bagaimana? Dan bagaimana LAZ IZI menyikapinya? Apakah diterima? Kalau diterima apa dhawabithnya ust? Jazakallah khairan.
Hana, Ciamis
Pertama, dana non halal atau dana haram atau dana yang tidak boleh dijadikan pendapatan perusahaan seperti dana rokok, dana ribawi, dan sejenisnya itu boleh diterima oleh lembaga amil zakat sebagai penerima amanah untuk disalurkan kepada para dhuafa, para mustahik layaknya infak dan sedekah. Sehingga dana non halal tersebut itu diperlakukan sebagaimana sedekah dan infak untuk disalurkan kepada para mustahik. Oleh karena itu lembaga amil zakat boleh untuk menerima, mengelola, dan mendistribusikan dana-dana tersebut agar diterima manfaatnya oleh para mustahik.
Kebolehan tersebut itu dengan mempertimbangkan aspek reputasi lembaga zakat dan tidak ada motif pencucian uang. Oleh karena itu jika kerjasamanya dengan perusahaan rokok itu terbuka, maka itu akan mengganggu reputasi lembaga zakat sehingga menurut saya tidak diperkenankan karena aspek reputasi. Begitupula, jika seorang koruptor itu berdonasi melalui lembaga zakat, tetapi dengan niat pencucian uang juga tidak diperkenankan.
Hal ini didasarkan pada beberapa alasan dan kaidah:
1. Dana non halal tersebut itu ditegaskan tidak boleh dimanfaatkan oleh orang yang mengusahakannya, seperti koruptor apabila tidak boleh, dikembalikan lagi dana itu kepada koruptor tersebut. Begitupula kredit berbunga tidak boleh dikembalikan kepada si kreditur karena mereka telah melakukan maksiat, oleh karena itu Standar Syariah Internasional AAOIFI menegaskan,
لَا يَجُوْزُ الْاِنْتِفَاعُ بِالْعُنْصُرِ الْمُحَرَّمِ الْوَاجِبِ التَّخَلُّصِ مِنْهُ – بِأَيِّ وَجْهٍ مِنْ وُجُوْهِ الْاِنْتِفَاِع. وَلَا التَّحَايُلُ عَلَى ذَلِكَ بِأَيِّ طَرِيْقٍ كَانَ وَلَوْ بِدَفْعِ الضَّرَائِبِ.
“Pendapatan non halal tidak boleh dimanfaatkan untuk kegiatan apapun, walaupun dengan cara hilah, seperti digunakan untuk membayar pajak”.
Jadi dana-dana non halal itu tidak boleh dimanfaatkan oleh pelaku atau oleh orang yang mengusahakannya, walaupun dengan pemanfaatannya secara tidak langsung seperti untuk bayar pajak mereka, sehingga harus disalurkan menjadi dana sosial.
2. Sebagaimana juga dengan kaidah umum,
التخلص من المحرمات بالتصدق بها
“Dana non halal (diselesaikan) dengan cara disalurkan kepada mustahiq sebagai sedekah.”
Bahwa dana tersebut harus cepat keluar dari kantong orang-orang yang bermaksiat tersebut, disalurkan menjadi dana sedekah atau infak.
3. Juga sebagaimana ditegaskan oleh Syekh Qardhawi,
وَالْحَقُّ أَنَّ هَذَا الْمَالِ خَبِيْثٌ بِالنِّسْبَةِ لِمَنِ اكْتَسَبَهُ مِنْ غَيْرِ حِلِّهِ، وَلَكِنَّهُ طَيِّبٌ بِالنِّسْبَةِ لِلْفُقَرَاءِ وُجِهَاتِ الْخَيْرِ. هُوَ حَرَامٌ عَلَيْهِ، حَلَالٌ لِتِلْكَ الْجِهَات. فَالْمَالُ لَا يَخْبُثُ فِيْ ذَاتِهِ، إِنَّمَا يَخْبُثُ بِالنِّسْبَةِ لِشَخْصٍ مُعَيَّنٍ لِسَبَبٍ مُعَيَّنٍ.
“Dana nonhalal kotor bagi yang mengusahakannya, tetapi halal bagi (penerimanya, seperti) orang fakir dan kebutuhan sosial karena dana tersebut bukan haram fisiknya, melainkan karena pihak dan sebab tertentu.