Kerugian dalam Mudharabah
Assalamualaikum, Ustadz. Kita tahu bahwa kerugian dalam mudharabah ditanggung oleh pemilik modal (bank syariah) kecuali nasabah wanprestasi, hal demikian ditanggung oleh nasabah. Bagaimana jika terjadi kesalahan praktik, kerugian dalam mudharabah yang bukan disebabkan wanprestasi nasabah, tidak hanya di-cover oleh bank syariah, tetapi nasabah juga ikut meng-cover (kerugian ditangggung bersama seperti musyarakah)? Bagaimana kedudukan harta ganti kerugian tersebut yang memang menyalahi prinsip mudharabah? Apakah ia termasuk dana nonhalal di bank syariah? Jika memang demikian, apa kegunaan dana tersebut?
Juli, Pontianak
Wa’alaikumsalam wr wb.
Kaidah yang berlaku dalam mudharabah terkait dengan pembagian keuntungan dan kewajiban menanggung risiko adalah bahwa kerugian ditanggung oleh pemilik modal kecuali kalau kerugian tersebut diakibatkan oleh wanprestasi atau lalai yang dilakukan oleh pengelola. Wanprestasi tersebut lebih mudah diterjemahkan dengan menyalahi kesepakatan dalam perjanjian. Sebagaimana dalam hadits Rasulullah Saw;
فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْخَرَاجُ بِالضَّمَانِ
“Manfaat (didapatkan oleh seseorang) disebabkan ia menanggung risiko.” (HR. Tirmidzi).
Kaidah fikih menjelaskan,
الْغُرْمُ بِالْغُنْمِ
“Risiko berbanding dengan manfaat.”
Oleh karena itu, jika kerugian tersebut terjadi akibat lalai yang dilakukan oleh pengelola atau cedera janji terhadap kesepakatan, berarti pengelola yang harus menanggung sebagaimana yang ditegaskan dalam fatwa DSN MUI No.92 /DSN-MUI/IV/2014 tentang At-Tamwil Al-Mautsuq bi Rahn, sehingga prinsipnya kerugian ditanggung oleh pemodal kecuali kerugian tersebut diakibatkan oleh cedera janji pengelola sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam form akad.
Jika yang terjadi belum ada kesepakatan dan berpotensi menimbulkan perbedaan, sebaik-baiknya jalan ialah merelakan dan menoleransi. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW;
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى
Dari Jabir ibnu Abdullah ra, Rasulullah Saw bersabda : “Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual, dan ketika membeli, dan ketika memutuskan perkara.” (HR Bukhari).
Sebaik-baiknya pelaku pasar adalah toleran sebagai penjual dan toleran dalam menuntut hak. Oleh karena itu, yang dirujuk adalah kesepakatan.
Selama kesepakatan itu tidak berpotensi multitafsir, sebaik-baiknya pelaku pasar adalah yang merelakan haknya untuk kompromi sehingga masing-masing bisa memenuhi hak orang lain sebelum menuntut haknya.