• Sunrise At: 05:55
  • Sunset At: 17:44
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Wakaf Tunai tidak Boleh Dibelikan Aset?

Bagaimana syarat wakaf tunai?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Ustaz kami ingin berkonsultasi. Jadi kami DKM dan panitia renovasi masjid di lingkungan kompleks menghimpun dana wakaf dari seluruh warga.

Kemudian sebagian donatur sudah memberikan wakaf berupa uang atau wakaf tunai. Menurut beberapa orang, jika warga berwakaf tunai, maka itu harus produktif dengan cara diinvestasikan.

Setelah diinvestasikan barulah return-nya itu digunakan untuk biaya renovasi masjid. Apakah itu benar menurut syariah?

Karena jika itu benar, maka itu akan memakan waktu panjang dan tidak menyelesaikan biaya renovasi yang cukup besar. Di mana return investasi itu jumlahnya kecil dan perlu waktu panjang, sementara renovasi itu harus segera dilakukan agar warga bisa menggunakan fasilitas masjid untuk kegiatan ibadah dan lainnya. Mohon penjelasan Ustaz. --Hendri, Bekasi

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Agar jawaban atas pertanyaan tersebut runut dan mudah dipahami, maka berikut tiga kaidah atau tuntunan berwakaf yang terkait dengan pertanyaan di atas.

Kaidah pertama, wakaf tunai itu harus dijadikan aset produktif dan tidak boleh disalurkan untuk kebutuhan mustahik.

Jika nazhir wakaf menerima wakaf tunai senilai Rp 10 juta, maka dana Rp 10 juta tersebut harus dijadikan aset produktif dan dikembangkan agar ia memberikan return.

Selanjutnya, return tersebut diberikan sebagai bantuan sosial kepada para mustahik seperti untuk kebutuhan pendidikan atau SPP sekolah.

Dengan demikian, nilai Rp 10 juta tersebut tidak boleh langsung diberikan sebagai bantuan sosial seperti infak dan sedekah untuk kebutuhan mustahik karena itu statusnya adalah dana wakaf.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW kepada Umar RA,

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ : قَالَ عُمَرُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إنَّ الْمِائَةَ سَهْمٍ لِيْ بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَعْجَبَ إِلَيَّ مِنْهَا، قَدْ أَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهَا؛ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اِحْبِسْ أَصْلَهَا وَسَبِّلْ ثَمَرَتَهَا.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar RA, ia berkata, “Umar RA berkata kepada Nabi SAW, 'Saya mempunyai seratus bagian (tanah/kebun) di Khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang paling saya kagumi melebihi tanah itu. Saya bermaksud menyedekahkannya.' Nabi SAW bersabda, 'Tahanlah pokoknya dan sedekahkan hasilnya'." (HR an-Nasa’i).

Kaidah kedua, bagaimana cara mengelola wakaf tunai sebagai aset produktif? Pada umumnya ada dua pilihan cara memproduktifkan wakaf tunai.

(1) Dibelikan aset yang dibutuhkan oleh calon pemanfaat dana. Misalnya, saat prioritas kebutuhan di lingkungan tersebut adalah penginapan free untuk para mahasiswa dhuafa di perguruan tinggi, maka dibelikan penginapan sehingga mereka bisa menempatinya secara gratis.

Atau dibelikan fasilitas kesehatan sehingga mereka bisa berobat secara gratis.

Jadi yang menjadi standar dibelikan aset apa itu adalah ketersediaan dana, tata kelola, dan prioritas kebutuhan mustahik.

(2) Diinvestasikan dalam portofolio yang sesuai syariah, tetapi dengan tingkat risiko yang terkelola dan terkendali.

Kaidah ketiga, jika pewakaf tunai berwakaf melalui nazhir tanpa syarat, maka nazhir terbuka untuk memilih apakah dana tunai tersebut akan dibelikan aset untuk dimanfaatkan oleh para penerima seperti dhuafa atau ditempatkan di portofolio sesuai syariah, seperti sukuk, deposito bank syariah, atau investasi sesuai syariah lainnya.

Semuanya bermuara pada mana yang paling memungkinkan dilakukan sesuai dengan ketersediaan donasi wakaf dan mana yang paling maslahat untuk dhuafa atau penerima manfaat wakaf.

Jika pewakaf mewakafkan dana tunai dengan syarat untuk peruntukan tertentu, maka nazhir terikat dan wajib memanfaatkan dana tunai sesuai dengan peruntukannya.

Misalnya, pewakaf ingin wakafnya dikelola dan ditempatkan dalam portofolio syariah, maka nazhir terikat untuk menempatkannya sesuai dengan amanah pewakaf.

Tetapi jika pewakaf memberikan syarat wakaf dana tunainya diperuntukan renovasi masjid, misalnya, maka nazhir atau pengelola wajib menggunakan uang tersebut untuk renovasi masjid. Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia