• Sunrise At: 05:55
  • Sunset At: 17:44
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Zakat Profesi Sudah Ditunaikan, Ada Surplus Tetap Wajib Zakat?

Sudah menunaikan zakat penghasilan, kemudian ada surplus, apakah wajib zakat kembali?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Kalau saya sudah menunaikan zakat penghasilan, kemudian ada surplus setelah dikurangi nafkah, apakah wajib zakat kembali? Jika tetap wajib zakat, apakah itu berarti double zakat? Karena jika double zakat, maka para wajib zakat akan memilih zakat profesi tahunan supaya tidak kena double zakat. -- Azmi, Samarinda

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Jawaban atas pertanyaan tersebut agar runut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.

Pertama, gambaran (tashawwur). Untuk memudahkan memahami pertanyaan, coba saya buatkan ilustrasi.

Misalnya, saat penghasilan seorang pegawai per bulan mencapai Rp 300 juta, sudah ditunaikan zakat profesi dan sudah diberikan untuk nafkah, ada surplus Rp 200 juta per bulan.

Apakah Rp 200 juta per bulan yang disisihkan itu kembali wajib zakat setelah 12 bulan kemudian karena nominal gajinya besar?

Jadi sejak disisihkan sudah mulai masuk nishab satu bulan pertama hingga 12 bulan.

Kedua, ketentuan hukum. (1) Pertama-tama perlu ditegaskan bahwa jika seseorang sudah menunaikan zakat profesinya, baik bulanan ataupun tahunan, maka pendapatan yang sudah dikurangi zakat tersebut sudah gugur kewajiban zakatnya, tidak ditunaikan zakat lagi.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW,

لا ثنى (في رواية: لا ثنيا) في الصدقة.

"Zakat tidak diberlakukan dua kali dalam satu tahun."

Misalnya si A pegawai perusahaan, penghasilan per bulannya Rp 300 juta. Kemudian ia tunaikan kewajiban zakatnya.

Setelah itu, ia salurkan sebagai nafkah dan masih ada surplus Rp 200 juta. Maka Rp 200 juta itu sudah bersih dan tidak ditunaikan zakat lagi.

(2) Tetapi selanjutnya jika surplus itu ditabungkan (dibuat tabungan), maka jika menelaah beberapa referensi, bisa disimpulkan bahwa apakah surplus saat ditabungkan itu wajib zakat atau tidak, sangat bergantung peruntukan surplus itu digunakan untuk apa.

Oleh karena itu, ketentuan zakatnya bisa dijelaskan sesuai dengan perincian berikut ini.

(a) Saat ditabung dalam tabungan dan deposito mudharabah. Jika surplus ditabung di tabungan mudharabah atau deposito, maka wajib zakat selama sudah berusia 12 bulan (sejak penempatan) dengan hasil mencapai minimum 85 gram emas dan ditunaikan 2,5 persen dari bagi hasilnya (bukan dari pokok plus bagi hasil).

Kesimpulannya, ketentuan zakat yang menjadi rujukan adalah ketentuan tabungan mudharabah atau deposito yang menggunakan akad mudharabah.

(b) Saat ditabung dalam tabungan wadi’ah atau dana tunai atau emas. Jika surplus di tabungan wadi’ah atau disimpan di rumah dalam bentuk dana tunai atau emas, maka wajib zakat sejak dana tersebut mencapai minimum 85 gram emas yang telah berusia 12 bulan dan ditunaikan 2,5 persen.

Kesimpulannya, ketentuan zakat yang menjadi rujukan adalah ketentuan zakat emas.

Ketiga, referensi dan dalil. Hal ini sebagaimana salah satu fatwa yang dikeluarkan oleh Dar al-Ifta Yordania yang menjelaskan bahwa pada saat seseorang memiliki tabungan di bank syariah dan ditunaikan zakatnya karena sudah berusia 12 bulan dan mencapai nishab, maka pemilik tabungan tetap wajib menunaikan zakatnya setelah satu tahun kemudian jika mencapai nishab (Fatawa asy-Syaikh Nuh Ali Salman No 24).

Sebagaimana penjelasan Ibnu ‘Asyi,

وحول ربح المال حول الأصل.

"Bahwa haul keuntungan harta itu sama dengan haul modalnya."

Juga sebagaimana di-ilhaq-kan dengan zakat emas, di mana ditegaskan oleh para ulama bahwa emas itu wajib ditunaikan zakatnya tiap tahun selama mencapai nishab.

Sebagaimana penjelasan Ibnu Hazm dalam kitab Maratib al-Ijma’ berikut.

واتفقوا على أن الزكاة تتكرر في كل مال عند انقضاء كل حول، حاشا الزرع والثمار، فإنهم اتفقوا أن لا زكاة فيها إلا مرة في الدهر فقط.

"Para ulama sepakat bahwa kewajiban zakat itu berulang pada setiap harta yang telah berusia 12 bulan, kecuali pertanian dan buah-buahan; di mana mereka sepakat bahwa kewajiban zakatnya hanya ditunaikan satu kali saja."

Berbeda dengan zakat hasil pertanian dan perkebunan yang hanya ditunaikan sekali sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’:

قال أصحابنا إذا وجب العشر في الزروع والثمار لم يجب فيها بعد ذلك شيء، وإن بقيت في يد مالكها سنين، هذا مذهبنا. قال الماوردي: وبه قال جميع الفقهاء، إلا الحسن البصري فقال: على مالكها العشر في كل سنة، كالماشية والدراهم والدنانير. قال المارودي: وهذا خلاف الإجماع، ولأن الله تعالى علق وجوب الزكاة بحصاده، والحصاد لا يتكرر، فلم يتكرر العشر، ولأن الزكاة إنما تتكرر في الأموال النامية، وما ادخر من زرع وثمر فهو منقطع النماء متعرض للنفاد، فلم تجب فيه زكاة.

"Para sahabat kami mengatakan jika ada kewajiban zakat sebesar sepersepuluh dalam objek pertanian dan buah-buahan, maka tidak ada kewajiban zakat setelahnya walaupun hasil panen tersebut ada dalam pemiliknya bertahun-tahun dan ini mazhab kami.

Al-Mawardi mengatakan, pendapat ini adalah pendapat seluruh ahli fikih kecuali Hasan al-Bashri, di mana ia berpendapat pemiliknya berkewajiban untuk menunaikan 10 persen setiap tahun seperti halnya hewan ternak, dirham, dan dinar.

Al-Mardawi mengatakan, "Ini menyalahi ijma' karena Allah SWT hanya mewajibkan zakat pada saat panen, dan panen tidak akan berulang. Oleh karena itu, kewajiban zakat 10 persen juga tidak berulang.

Dan karena zakat hanya berulang dalam aset-aset yang berkembang, sedangkan hasil pertanian dan buah-buahan yang disimpan itu tidak berkembang dan bisa habis sehingga tidak wajib zakat."

Keempat, ketentuan teknis. Bagi mereka yang memilih zakat profesi ditunaikan bulanan, maka pada saat surplus itu mengikuti ketentuan zakat sebagaimana jenis peruntukan yang dijelaskan dalam poin kedua.

Begitu pula bagi mereka yang memilih zakat profesi ditunaikan tahunan, juga pada saat surplus itu ketentuan zakatnya mengikuti penjelasan sebagaimana penjelasan dalam poin kedua di atas.

Jika pilihan bulanan dirasa berat karena surplusnya akan dikenakan zakat, maka yakinlah bahwa kewajiban zakat adalah mandatori dari Allah SWT. Karena surplus itu telah memenuhi kriteria nishab dan haulnya, serta tidak berarti double zakat.

Dan yakinlah bahwa 2,5 persen tersebut walaupun terlihat berkurang fisiknya, tetapi sesungguhnya bertambah keberkahan dalam bentuk kedermawanan, didoakan dhuafa, dan reputasi baik dari lingkungan sekitar.

Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia