Lembaga Pendidikan Wajib Zakat?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Saat ini banyak lembaga pendidikan yang menerapkan biaya masuk dan biaya bulanan dengan nominal layaknya fee perusahaan jasa pada umumnya. Tetapi ada juga sebagian lembaga pendidikan yang free atau gratis karena di-support oleh dana sosial. Apakah lembaga pendidikan ini wajib zakat? Bagaimana kriterianya menurut syariah? Mohon penjelasan Ustaz. --Hanif, Bekasi
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Agar runut penjelasannya, coba saya jelaskan dalam poin-poin berikut ini.
Pertama, gambaran masalah yang ditanyakan. Sebelum memberikan kesimpulan apakah lembaga pendidikan itu wajib zakat atau tidak, maka harus dipahami terlebih dahulu apa itu lembaga pendidikan.
Apa jenis-jenisnya sehingga bisa disimpulkan apakah lembaga zakat tersebut lembaga sosial atau lembaga bisnis.
Jika mengamati jenis-jenis lembaga pendidikan yang ada saat ini, maka bisa dibedakan menjadi dua.
(1) Lembaga pendidikan yang tidak berbayar atau gratis. Di mana para siswa itu mendapatkan layanan pendidikan secara gratis dan cuma-cuma. Karena aktivitas lembaga pendidikan tersebut dibiayai atau ditopang oleh dana sosial seperti wakaf, sedekah, atau hibah.
(2) Lembaga pendidikan yang memiliki karakteristik berikut.
(a) Berbayar, di mana besaran nominal SPP dan biaya masuk layaknya fee perusahaan jasa dan pada saat yang sama tidak ada donasi sosial yang menopang.
(b) Tata kelola lembaga termasuk pencatatan dan pembukuannya dilakukan layaknya perusahaan komersial.
(c) Surplus lembaga yang biasanya digunakan (selain menambah pembangunan sarana pendidikan) juga untuk kesejahteraan pegawai.
Walhasil, lembaga pendidikan ini seperti lembaga komersial dan lembaga profit. Jadi misalnya lembaga pendidikan A memberikan layanan atau paket pendidikan, mulai dari pendidikan di kelas, ekstrakurikuler, dan lainnya bernilai Rp 1 miliar, sebagai kompensasinya para orang tua membayar total Rp 1,5 miliar. Jadi ada keuntungan atau surplus Rp 500 juta.
Kedua, termasuk kategori zakat apa? Karena aktivitas usaha lembaga pendidikan itu adalah jasa seperti layanan pendidikan, maka masuk dalam kategori perusahaan dengan aktivitas usaha berupa jasa atau yang dikenal dalam fikih "mustaghallat".
Di antara kriteria aset mustaghallat itu asetnya tetap dan tidak diperjualbelikan, tetapi menghasilkan keuntungan karena disewakan.
Maksudnya, hasil sewa aset yang menghasilkan manfaat (ta’jir al-ushul ats-tsabitah), seperti hasil sewa hotel dan transportasi.
Nishab dan tarif zakat mustaghallat mengikuti zakat emas, tetapi yang dizakati adalah hasilnya saja. Wajib zakat apabila dalam satu tahun, hasil atau keuntungannya mencapai senilai 85 gram emas dan ditunaikan 2,5 persen.
Sebagaimana pendapat mayoritas ahli fikih seperti ulama Hanafi, pendapat yang masyhur dalam mazhab Maliki, pendapat ulama Syafi’iyyah, dan pendapat yang masyhur ulama Hanabilah.
Juga pendapat mayoritas lembaga fikih, seperti Muktamar II Lembaga Riset Islam al-Azhar tahun 1965 M, Keputusan Lembaga Fikih Islam OKI No 121 (3/13) Tahun 2001 M, keputusan Bait al-Zakah Kuwait dan Dar al-Ifta Mesir, serta pendapat para ulama kontemporer seperti Mahmud Syaltut dan Muhammad Abu Zahrah.
Sebagaimana pendapat Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughni (3/57) tentang wajibnya zakat pada harta al-mustaghallat,
ومن أجر داره، فقبض كراها فلا زكاة عليه فيه حتى يحول عليه الحول، وعن أحمد، أنه يزكيه إذا استفاده.
"Dan orang yang menyewakan rumahnya lalu memegang (memperoleh bayaran) sewanya, maka tidak wajib zakat sampai mencapai haul. Dan (riwayat) dari Imam Ahmad bahwa zakatnya (dibayar) ketika memperolehnya."
Syekh Nisrin Al-Azazi dalam Zakatul Mustaghallat fis Syariah Al-Islamiyah, Dirasatan Fiqhiyatan Muqaranatan (3500) mengemukakan 'illat wajibnya zakat al-mustaghallat dan dalil mashlahat yang mendasarinya.
أن علة وجوب الزكاة في المال هي النماء .... والنماء متحقق في أموال المستغلات العمارة التي تؤجر وتدر دخلا لأصحابها
"Illat wajib zakat pada harta adalah nama’ (berkembang)... dan illat tersebut terdapat pada harta-harta al-mustaghallat (seperti) real estate yang disewakan dan menjadi pemasukan untuk pemiliknya."
أنه لا يعقل أن تكون الزكاة مفروضة على مالك النصاب من الأموال وساقطة عن أصحاب العمارات والمصانع والتي تفوق غلتها أضعاف ذلك النصاب لمجرد أنهما يختلفان في طريقة الحصول على هذه الأموال، ولو قلنا بذلك فإننا نخشى أن يحوّل بعض الناس أموالهم إلى دور سكنى ووسائل نقل تهربا من دفع الزكاة
"Bahwa tidak masuk akal itu hanya wajib atas pemilik harta yang mencapai nishab, tapi gugur dari pemilik real estate, tempat-tempat produksi, dan harta lain yang ghullah-nya berkali-lipat dari nishab (harta zakat yang manshush) hanya karena perbedaan cara mendapatkan harta-harta (al-mustaghallat). Andai kita berpendapat demikian, dikhawatirkan sebagian orang akan mengalihkan harta mereka menjadi rumah-rumah tinggal dan kendaraan angkutan demi melarikan diri dari membayar zakat."
Sebagaimana Keputusan Ijtima' Ulama Komisi Fatwa MUI, "Hasil dari al-mustaghallat wajib dizakati, jika (a) telah mencapai batas nishab, yaitu senilai 85 gram emas; (b) genap 1 tahun (hawalan al-hawl) dihitung sejak akad dilakukan, bukan sejak diterimanya hasil keuntungan; dan (c) kadar zakatnya sebesar 2,5 persen (jika menggunakan periode tahun qamariyah) atau 2,57 persen (jika menggunakan periode tahun syamsiyah) dalam hal terdapat kesulitan untuk menggunakan tahun qamariyah sebagai tahun buku bisnis (perusahaan). (Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI No 05/Ijtima’ Ulama/VIII/2024 tentang Zakat Al-Mustaghallat).
Ketiga, ketentuan hukum. Jika melihat ragam jenis lembaga pendidikan, maka ketentuan hukum zakatnya bisa dipilah sebagai berikut.
(1) Jenis pertama, tidak wajib zakat karena itu adalah lembaga sosial seperti yang dijelaskan oleh para ahli fikih bahwa lembaga sosial tidak wajib zakat.
As-Sarkhasi menjelaskan,
وقال السرخسي: فإن الزكاة لا تجب إلا باعتبار الملك والمالك؛ ولهذا لا تجب في سوائم الوقف ولا في سوائم المكاتب، ويعتبر في إيجابها صفة الغنى للمالك،...(المبسوط للسرخي ٥٢/٣).
"Sesungguhnya kewajiban zakat merujuk pada kepemilikan (siapa pemiliknya). Oleh karena itu, aset-aset wakaf berbentuk ternak tidak wajib zakat. Begitu pula di antara kriteria wajib zakat adalah ketercukupan dana atau surplus bagi pihak wajib zakat..." (Al-Mabsuth, as-Sarkhasi, 3/52).
(2) Sedangkan jenis kedua, wajib zakat karena dikategorikan sebagai lembaga profit. Di mana seluruh karakteristik lembaga atau perusahaan komersial itu terpenuhi di lembaga pendidikan.
Sebagaimana penjelasan al-Kasani,
(وَمِنْهَا) كَوْنُ الْمَالِ نَامِيًا؛ لِأَنَّ مَعْنَى الزَّكَاةِ وَهُوَ النَّمَاءُ لَا يَحْصُلُ إلَّا مِنْ الْمَالِ النَّامِي وَلَسْنَا نَعْنِي بِهِ حَقِيقَةَ النَّمَاءِ؛ لِأَنَّ ذَلِكَ غَيْرُ مُعْتَبَرٍ وَإِنَّمَا نَعْنِي بِهِ كَوْنَ الْمَالِ مُعَدًّا لِلِاسْتِنْمَاءِ بِالتِّجَارَةِ أَوْ بِالْإِسَامَةِ...
"Di antara kriteria wajib zakat adalah harus berupa aset berkembang. Karena berkembang tersebut tidak bisa terjadi kecuali atas aset yang berkembang atau produktif. Maksud berkembang tersebut itu bukan produktif secara fisiknya karena itu tidak terjadi, tetapi yang dimaksud adalah aset tersebut disediakan sebagai aset produktif dengan menjadi modal perdagangan atau dikelola sebagai aset ternak..." (Bada’i ash-Shana’i, 2/11).
Keempat, contoh penerapan di lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan dengan kategori jenis kedua, wajib zakat selama keuntungan bersih dalam setahun mencapai minimal 85 gram emas ditunaikan 2,5 persen.
Dengan catatan jika ada dana wakaf dan zakat dalam lembaga pendidikan, maka itu harus dikeluarkan dari keuntungan agar tidak terkena zakat. Wallahu a’lam.