Zakat Fitrah Disalurkan untuk Beasiswa, Boleh?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Selama ini zakat fitrah itu diberikan untuk dhuafa (fakir miskin). Boleh nggak sih kalau zakat fitrah itu diberikan dalam bentuk beasiswa kepada mereka, misalnya beasiswa SMP atau SMA atau kuliah? Mohon penjelasan Ustaz. --Qomaruddin, Depok
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut, coba saya jabarkan dalam poin-poin berikut ini agar ringan dan runut.
Pertama, kesimpulannya, walaupun itu dibolehkan menurut sebagian ahli fikih, tetapi itu tidak prioritas. Prioritasnya zakat fitrah itu diberikan kepada dhuafa untuk memenuhi kebutuhan darurat mereka di hari Idul Fitri. Kebutuhan darurat tersebut seperti kebutuhan dapur dan kebutuhan mendesak lainnya.
Kedua, hal tersebut sebagaimana referensi dan dalil berikut.
(1) Hadis Rasulullah SAW,
عَنْ اِبْنُ عَبَّاس، قَالَ : فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata, "Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi yang shaum dari perbuatan sia-sia dan kotor, dan untuk dinikmati oleh orang miskin. Barang siapa membayarnya sebelum shalat, maka ia termasuk zakat yang diterima. Dan barang siapa yang membayarnya setelah shalat, maka ia termasuk sedekah.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).
Berdasarkan hadis ini, maka dhuafa atau fakir miskin itu menjadi penerima zakat fitrah, bukan yang lainnya.
(2) Maqashid (tujuan diberlakukannya zakat fitrah). Di mana zakat fitrah itu diberlakukan atau diwajibkan agar para dhuafa di hari Idul Fitri ikut merayakan bersama masyarakat sekitar karena kebutuhan dapur mereka terpenuhi dengan bekal zakat fitrah yang mereka terima.
Maksudnya, hingga tidak ada lagi dhuafa yang tidak merayakan idul fitri karena masalah dapur pada hari itu. Oleh karena itu, mendistribusikan zakat fitrah untuk dhuafa di hari Idul Fitri menjadi prioritas.
(3) Realitas. Maksudnya, jumlah donasi zakat fitrah itu tidak sebanding dengan jumlah mustahik atau penerima zakat fitrah. Di mana jumlah donasi zakat fitrah itu tidak seberapa, sedangkan jumlah mustahik itu lebih banyak berkali-kali lipat.
Misalnya, jika diasumsikan nilai zakat fitrah yang harus dibayarkan oleh setiap orang itu Rp 50 ribu, maka jumlah donasi itu masih terbatas dibanding jumlah dhuafa di setiap daerah.
Oleh karena itu, memilah menggunakan skala prioritas tentang siapa yang paling berhak dan paling darurat itu menjadi keniscayaan.
(4) Beasiswa itu dapat menggunakan alokasi dari donasi sosial yang lain seperti infak tidak terikat atau hasil pengembangan wakaf.
(5) Perbedaan pendapat para ulama seputar ini yaitu sebagai berikut.
Para ulama mazhab Syafi’i berpendapat bahwa zakat fitrah harus disalurkan untuk salah satu dari delapan kelompok penerima zakat. Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat fitrah boleh (bukan wajib) diberikan kepada salah satu dari delapan kelompok penerima zakat.
Pendapat yang terpilih (shahih dan rajih) itu pendapat ulama Malikiyah yang berpendapat bahwa zakat fitrah itu diberikan kepada fakir miskin (dhuafa).
Hal ini didasarkan pada hadis Rasulullah SAW,
أغنوهم عن السؤال ]رواه الدارقطني في السنن (2/ 152-153، 167)، والبيهقي في السنن الكبرى (4/ 175)، وضعفهُ النووي في المجموع (6/ 126)، وابن حجر في بلوغ المرام ص177 .[
"Cukupkan mereka agar mereka tidak minta-minta” (HR. ad-Daruquthni dalam as-Sunan 2/152-153,167, dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 4/175, dan An-Nawawi dalam al-Majmu’ 6/126, dan Ibnu Hajar dalam Bulughu al-Maram hal 177).
Dan hadis,
عَنْ اِبْنُ عَبَّاس، قَالَ : فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ،...
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi yang shaum dari perbuatan sia-sia dan kotor, dan untuk dinikmati oleh orang miskin...” (HR Abu Daud).
Dan karena maqashid atau target disyariatkannya zakat fitrah adalah agar setiap dhuafa membersamai umat Islam yang lain di hari idul fitri, di mana mereka ikut bergembira merayakan Idul Fitri.
Sedangkan pendapat mayoritas ulama yang membolehkan diberikan kepada salah satu delapan kelompok tersebut itu mungkin dapat diberlakukan pada saat kebutuhan mendasar dhuafa itu sudah terpenuhi.
(6) Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rusyd,
وأما لمن تصرف فأجمعوا على أنها تصرف لفقراء المسلمين لقوله -عليه الصلاة والسلام : أغْنُوهُمْ عَن السؤالِ فِي هَذَا اليَوْمِ.
“Adapun pihak yang berhak menerima zakat fitrah, maka para ulama telah konsensus (ijma’) bahwa zakat fitrah diberikan hanya kepada fakir miskin umat Islam. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw.; “Cukupkan mereka agar mereka tidak minta-minta di hari fitri ini.” (Lihat Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd, hal 226).
(7) Sebagaimana dijelaskan oleh Asy-Syaukani,
(وطعمة) بضم الطاء وهو الطعام الذي يؤكل. وفيه دليل على أن الفطرة تصرف في المساكين دون غيرهم من مصارف الزكاة كما ذهب إليه الهادي والقاسم وأبو طالب. وقال المنصور بالله : هي كالزكاة فتصرف في مصارفها، وقواه المهدي.
“Wathu’mah maksudnya adalah makanan yang dikonsumsi. Nash hadits ini sebagai dalil bahwa zakat fitrah itu hanya diberikan kepada fakir miskin (dhuafa) dan tidak boleh diberikan kepada selain mereka (masharif az-zakah) sebagaimana pandangan Al-Hadi, al-Qasim, dan Abu Thalib. Sedangkan al-Manshur Billah berpendapat bahwa zakat fitrah diberikan kepada seluruh penerima atau masharif az-zakah, dan pandangan ini dikuatkan oleh al-Muhdi.” (Nail al-Authar, Asy-Syaukani, 4/218).
Wallahu a’lam.