Promosi Produk, Bagaimana Tuntunan Syariahnya?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Bagi para pengusaha, promosi menjadi keharusan untuk meningkatkan transaksi penjualan barang dan jasa. Bagaimana tuntunan syariah terkait promosi? Mohon penjelasan Ustaz. -- Khalid, Purwokerto
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, mukadimah. Pertama-tama harus ditegaskan bahwa promosi dalam bisnis itu adalah sebuah keniscayaan, karena tujuan berbisnis adalah mendapatkan keuntungan dengan cara yang halal dan legal.
Keuntungan tersebut sangat terkait dengan sejauh mana produk (barang atau jasa) itu bisa terjual dalam volume maksimal. Jumlah penjualan produk sangat terkait dengan produk ini diketahui dan dikenal luas di pasar, serta produk ini bisa menarik hingga para konsumen membeli produk tersebut.
Hal ini yang mengharuskan para produsen atau penjual melakukan promosi dengan maksimal dan tepat.
Kedua, tuntunan promosi produk dalam syariah, di antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Tidak melanggar akhlaqiyat dan adab (etika), seperti menjelek-jelekkan kompetitor atau pihak lain, dan bersumpah untuk meyakinkan bahwa harga dan produknya layak dibeli.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَرْبَعَةٌ يَبْغُضُهُمُ اللَّهُ : الْبَيَّاعُ الْحَلَّافُ، وَالْفَقِيرُ الْمُخْتَالُ، وَالشَّيْخُ الزَّانِي، وَالْإِمَامُ الْجَائِرُ (رواه النسائ).
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ada empat kelompok yang dibenci oleh Allah: penjual yang mudah berjanji (selalu mengeluarkan sumpah), orang fakir yang sombong, orang tua yang berzina, dan pemimpin yang otoriter." (HR an-Nasa’i).
Dan sebagaimana hadis Rasulullah SAW,
عَنْ قَتَادَة رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُول اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : إِيَّاكُمْ وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِي الْبَيْعِ، فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ، ثُمَّ يَمْحَقُ (رواه مسلم).
Dari Qatadah RA, yang mendengar Rasulullah SAW bersabda, "Hati-hatilah dengan banyak bersumpah dalam menjual dagangan karena ia memang melariskan dagangan, namun malah menghapuskan keberkahan." (HR Muslim).
(2) Promosinya tidak berlebihan (ighra’). Walaupun promosi penuh bahasa-bahasa marketing, tetapi tidak berlebihan karena produk sejak awal sudah sarat dengan keunggulan, keunikan, kekhasan, dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Dalam istilah fikih muamalah, berlebihan dalam membuat konten promo dan marketing itu bagian dari ighra’ yang terlarang.
Sebagaimana hadis Rasulullah SAW,
عَنْ أَبِي سَعِيد الخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَن النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ : التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ، وَالصِّدِّيقِينَ، وَالشُّهَدَاءِ (رواه الترمذي).
Dari Abi Sa’id Al-Khudri RA, dari Rasulullah SAW bersabda, “Seorang pedagang yang jujur dan terpercaya itu bersama para nabi, orang-orang yang jujur, dan para syuhada." (HR Tirmidzi).
Dan sebagaimana hadis Rasulullah SAW,
عَنْ حَكِيْمِ بْنِ حِزَامٍ رَاضِيَ اللهُ عَنْهُ أن النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، فَإِنْ صَدَقَا الْبَيِّعَانِ وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا فَعَسى أنْ يَرْبَحَا رِبْحًا وَيَمْحَقَا بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا (رواه البخارى، ومسلم).
Dari Hakim bin Hizam RA bahwa Nabi SAW bersabda, “Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Apabila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, jika mereka berlaku dusta dan saling menyembunyikan (cacat), maka akan hilang keberkahan jual beli antara keduanya." (HR Bukhari Muslim).
Sebagaimana Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, “Ighra’ adalah daya tarik luar biasa yang menyebabkan orang lalai terhadap kewajibannya..." (Fatwa DSN MUI No 75/DSN-MUI/VII/2009).
(3) Saat promosinya berisi konten dan hiburan, maka tidak membuka aurat atau masih dalam batas kesantunan. Bagi wanita muslimah khususnya, ia menggunakan pakaian yang menutup aurat dan tidak berhias yang membuka fitnah.
Sebagaimana firman Allah SWT,
"Katakanlah kepada para perempuan yang beriman hendaklah mereka menjaga pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (bagian tubuhnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya..." (QS an-Nur: 31).
(4) Saat melakukan promosi dengan gimik-gimik marketing seperti cash back, diskon dengan minimum pembelian, dan coret harga itu tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
(5) Jika melibatkan pihak ketiga dalam promosi, maka ditentukan dengan jelas perjanjiannya, apakah menggunakan akad ijarah (sebagaimana Fatwa DSN MUI No 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah), atau ju’alah (sebagaimana Fatwa DSN MUI No 62/DSN-MUI/XII/2007 tentang Akad Ju’alah) atau samsarah (sebagaimana Fatwa DSN MUI No 151/DSN-MUI/VI/2022 tentang Akad Samsarah).
Pada saat dipilih salah satunya, maka harus memenuhi rukun dan syarat perjanjian tersebut.
Ketiga, dalam promosi, produsen atau penjual fokus pada bagaimana produk (barang atau jasa) yang dijual atau ditawarkan berkualitas dan kompetitif.
Misalnya, selain barang yang ditawarkan itu berkualitas, tetapi dengan harga yang kompetitif dan mudah transaksinya.
Wallahu a’lam.