• Sunrise At: 05:55
  • Sunset At: 17:44
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Konfirmasi Berita di Medsos, Wajib?

Bagaimana tuntunan mengenai kewajiban mengkonfirmasi berita di medsos?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Sekarang ini banyak sekali berita viral melalui WA grup, akun-akun media sosial, atau lainnya. Sebagiannya bikin heboh, bahkan diketahui kemudian beritanya hoaks. Padahal berita tersebut sebelumnya telah disebarluaskan dan membuat sikap saling antipati dan merusak persaudaraan. Pertanyaannya, apakah berita di medsos wajib dikonfirmasi? Adakah tuntunannya dalam nash, sirah, dan salafus shalih-- Adam, Jakarta

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.

Pertama, pengertian tabayyun. Dalam bahasa Indonesia, tabayyun berarti mengkonfirmasi. Sedangkan dalam bahasa Arab, tabayyun (konfirmasi) dikenal dengan istilah tatsabbut.

Dalam kajiannya yang berjudul "At-Tatsabbut wa at-Tabayyun", Ahmad ‘Umari menjelaskan pengertian yang lengkap.

Tabayyun adalah,

‎والتثبت: هو التحري والتأكد من صحة الخبر قبل قبوله أو نشره. فالمراد بالتبيّن والتثبّت: التأني والتريّث والبحث عن صحة الخبر، وعدم العجلة في نقله أو بناء الحكم عليه قبل تيقن صحته.

"Setiap informasi yang diterima dengan memastikan ke-shahih-an informasi tersebut sebelum diterima sebagai informasi atau data atau sebelum disebarluaskan kepada pihak lain."

Keduatabayyun itu harus dilakukan. Sesungguhnya mengkonfirmasi (tabayyun) itu sangat penting dan harus dilakukan (dalam kondisinya).

Sebaliknya, menjadi berita yang hoaks atau bahkan menyebarkannya kepada pihak lain itu penyimpangan dan maksiat.

Di antara tuntunan yang menunjukkan hal tersebut (sebagaimana dijelaskan dalam kajian berjudul "At-Tatsabbut wa At-Tabayyun", Ahmad ‘Umari, sebagai berikut,

(1) Firman Allah SWT,

"Wahai orang-orang yang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu.” (QS al-Hujurat: 6).

Menurut qiraat jumhur ulama فَتَبَيَّنُوا (fatabayyanu) maksudnya adalah mengkonfirmasi dan memastikan informasi itu benar. Sedangkan menurut qiraat Hamzah dan Kasa’i, فتثبتوا (fatabayyanu) maksudnya adalah tidak tergesa-gesa menerima informasi tetapi mengkonfirmasi dan memastikan informasi tersebut tervalidasi.

Dan firman Allah SWT,

"Sesungguhnya orang-orang yang senang atas tersebarnya (berita bohong) yang sangat keji itu di kalangan orang-orang yang beriman, mereka mendapat azab yang sangat pedih di dunia dan di akhirat." (QS an-Nur: 19).

(2) Syariat Islam menyediakan keutamaan besar bagi mereka yang tabayyun. Di antara nash yang menjelaskan bahwa mengkonfirmasi itu sebagai ciri pikiran yang jernih dan lurus. Dan sebaliknya, orang yang tidak biasa mengkonfirmasi itu ciri pikiran yang tidak jernih dan tidak lurus.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW,
"Dari Anas bin Malik RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, 'Kehati-hatian adalah dari Allah dan tergesa-gesa adalah dari setan'." (HR Baihaqi).

(3) Penjelasan Syekh As-Sa’di. Syekh As-Sa’di mengatakan,

‎"من الغلط الفاحش الخَطِر؛ قبول قول الناس بعضِهم في بعض، ثم يبني عليه السامع حُبًّا وبغضًا ومدحًا وذمًا، فكم حصل بهذا الغلط أمور صار عاقبتها الندامة، وكم أشاع الناس عن الناس أمورًا لا حقائق لها بالكلية، أو لها بعض الحقيقة فنمِّيَت بالكذب والزور، وخصوصًا مَن عُرفوا بعدم المبالاة بالنقل، أو عرف منهم الهوى، فالواجب على العاقل التثبت والتحرز وعدم التسرّع، وبهذا يُعرف دين العبد ورزانته وعقله" اهـ.

“Sungguh bagian dari kesalahan fatal saat sebagian masyarakat itu menerima informasi dari sebagian mereka, kemudian para pendengar menjadikan itu referensi hingga membuat mereka menjadi suka dan benci atau menuai pujian dan kecaman. Betapa banyak kesalahan ini terjadi hingga mengakibatkan penyesalan. Dan betapa banyak masyarakat itu menyebarluaskan hoaks atau informasi yang sebagiannya benar tetapi sebagiannya salah. Pada khususnya, mereka yang dikenal tidak perhatian dengan konfirmasi, maka seorang yang baik itu berkewajiban mengkonfirmasi dan tidak tergesa-gesa menerima setiap informasi yang diperoleh. Dengan cara inilah komitmen agama seorang hamba dan pikiran jernihnya itu diketahui."

Jadi menurut As-Sa’di, sekadar informasi itu viral menjadi buah bibir di masyarakat tidak berarti informasi tersebut shahih dan tervalidasi.

Jika ungkapan ini dipraktikkan dalam informasi di media sosial walaupun berita itu viral, maka tidak menjadi bukti bahwa berita tersebut shahih.

Ketiga, keteladanan dalam tabayyun. Tabayyun juga menjadi kebiasaan para salaf ash-shalih, sebagaimana yang dijelaskan oleh Ahmad ‘Umari dalam kajiannya.

(1) Keteladanan Rasulullah SAW,

"Ma’iz bin Malik datang kepada Nabi SAW seraya berkata, 'Wahai Rasulullah, sucikanlah diriku.' Rasulullah menjawab, 'Celaka kamu! Pulang dan mintalah ampun kepada Allah, dan bertobatlah kepada-Nya.'

Kemudian Ma’iz pergi, tidak lama kemudian dia kembali lagi sambil berkata, 'Wahai Rasulullah, sucikanlah daku.' Beliau menjawab, 'Celaka kamu! Pulang dan mintalah ampun kepada Allah, dan bertobatlah kepada-Nya.'

Lalu Ma’iz pergi, tetapi belum begitu jauh dia pergi, dia kembali lagi dan berkata kepada Rasulullah SAW, 'Wahai Rasulullah, sucikanlah daku.' Beliau menjawab sebagaimana jawaban pertama, dan hal itu berulang-ulang sampai empat kali.

Pada kali yang keempat, Rasulullah SAW bertanya, 'Dari hal apakah kamu harus aku sucikan?' Ma’iz menjawab, 'Dari dosa zina.'

Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabat yang ada di sekitar beliau, 'Apakah Ma’iz ini mengidap penyakit gila?'

Lalu beliau diberitahu bahwa dia tidaklah gila. Beliau bertanya lagi, 'Apakah dia habis minum khamr?' Lantas seorang laki-laki langsung berdiri untuk mencium bau mulutnya, tapi dia tidak mendapati bau khamr darinya.

Buraidah melanjutkan, kemudian Rasulullah SAW bertanya, 'Betulkah kamu telah berzina?' Dia menjawab, 'Ya, benar.' Lantas beliau memerintahkan untuk ditegakkan hukuman rajam atas dirinya, lalu dia pun dirajam." (HR Muslim).

(2) Dalam sirah, pada saat sahabat hijrah dari Makkah ke Habasyah dan mereka bisa tinggal di Habasyah dengan tenang dan aman. Tetapi kemudian ada isu bahwa orang-orang kafir Quraisy di Makkah telah masuk Islam.

Kemudian sebagian sahabat kembali dari Habasyah dan melakukan perjalanan yang melelahkan hingga sampai ke Makkah. Tetapi mereka menyaksikan langsung bahwa informasi tersebut ternyata hoaks.

Oleh karena itu, di antara mereka ada yang kembali ke Habasyah dan di antara mereka ada yang menetap tidak kembali karena mendapatkan siksaan. Semua itu terjadi karena isu atau berita tersebut.

(3) Dalam perang Uhud, orang-orang munafik menyebarkan berita bohong bahwa Rasulullah SAW telah terbunuh sehingga semangat pasukan umat Islam melemah dan memilih mundur.

Hingga sebagian mereka lari kembali ke Madinah, dan sebagian mereka meninggalkan medan peperangan.

Sebagaimana disebutkan dalam as-Sirah an-Nabawiyah,

وأشيع ان الرسول صلى الله عليه و سلم قد قتل ففر بعضهم الى المدينة

"Disebarluaskan berita (bohong) bahwa Rasulullah SAW telah terbunuh, hingga sebagian pasukan umat Islam lari kembali ke Madinah." (as-Sirah an-Nabawiyah, Syaikh Dr As-Siba’i, hal 76).

(4) Kejadian haditsul ifki (berita bohong) yang menimpa Sayidah Aisyah RA, yaitu berita hoaks yang sengaja diproduksi dan disebarluaskan kepada masyarakat saat itu.

Orang-orang munafik memunculkan berita hoaks bahwa Aisyah RA telah melakukan perbuatan tidak senonoh. Padahal ia adalah istri Rasulullah SAW yang merupakan seorang perempuan mulia, dan putri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Cerita detailnya bisa dirujuk dalam referensi sirah seperti Fiqh Sirah, Syekh Dr Ramadhan al-Buti, hal 214.

Ujian besar yang menimpa Sayyidah Aisyah RA dan para sahabat saat itu terjadi disebabkan berita bohong yang diproduksi dan disebarluaskan oleh orang-orang munafik.

(5) Keteladanan Umar bin Abdul Aziz. Sebagaimana disebutkan dalam sirah,

‎ولما دخل رجل على عمر بن عبدالعزيز رحمه الله وذكر له عن رجل شيئا، قال له عمر: إن شئت نظرنا في أمرك، فإن كنت كاذبا فأنت من أهل هذه الآية: ﴿ إِنْ جاءَكُمْ فاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا ﴾ [الحجرات: 6]، وإن كنت صادقا فأنت من أهل هذه الآية: ﴿ هَمَّازٍ مَشَّاءٍ بِنَمِيمٍ ﴾ [القلم: 11]، وإن شئت عفونا عنك؟. فقال: العفوَ يا أمير المؤمنين، لا أعود إليه أبدا.

"Pada saat seorang laki-laki masuk menemui Umar bin Abdul Aziz dan menyebutkan ihwal sosok seorang laki-laki kepadanya. Kemudian Umar bin Abdul Aziz mengatakan kepadanya, 'Jika engkau berkenan, saya akan melihat ihwal dirimu. Jika engkau berbohong, maka engkau termasuk dalam ayat ini (jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya) (QS al-Hujurat: 6).

Tetapi jika engkau benar, maka engkau termasuk kategori ayat berikut, suka mencela, (berjalan) kian kemari menyebarkan fitnah (berita bohong) (QS al-Qalam: 11].

'Dan jika engkau berkenan, apakah kami bisa memaafkanmu?' Kemudian ia menjawab, 'Iya, maafkan saya wahai Amirul Mukminin, saya tidak akan mengulangi perbuatan tersebut'."

Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia