Menitipkan Anak dan Bisnis Daycare, Bagaimana Ketentuannya?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Daycare menjadi salah satu solusi bagi para orang tua yang bekerja dan memiliki berbagai aktivitas sehingga kesulitan mengasuh anak. Bagaimana ketentuan syariah terkait menitipkan anak bagi orang tua dan bisnis daycare? Mohon penjelasan Ustaz. -- Syifa, Cibubur
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, gambaran (tashawwur). Daycare merupakan layanan penitipan anak yang biasanya beroperasi selama jam kantor atau waktu-waktu tertentu saat orang tuanya bekerja dan tidak memiliki anggota keluarga atau asisten rumah tangga yang dapat menjaga anak-anak mereka di rumah.
Kegiatan selama di penitipan anak melibatkan berbagai aktivitas, seperti permainan edukatif, seni, dan kerajinan serta waktu makan dan istirahat.
Di antara kelebihan daycare adalah mengajarkan anak untuk bersosialisasi, mengembangkan keterampilan anak, membantu membentuk kebiasaan baik, dan memudahkan orang tua.
Sedangkan kekurangannya adalah potensi penularan penyakit, perilaku pengasuh yang diragukan, kebersihan mainan dan peralatan, serta perbedaan pola asuh.
Kedua, ketentuan umum. (1) Prioritasnya, anak bukan dititipkan ke daycare, tetapi diasuh langsung oleh ibu atau keluarganya seperti kakek dan neneknya. Hal ini agar pengasuhan terhadap anak bisa ditunaikan dengan ihsan sesuai tuntunan.
Sebab, anak di usia tersebut membutuhkan kasih sayang, kedekatan, bimbingan, dan sentuhan langsung dari ibu atau keluarganya.
Ibnu Qayyim menjelaskan,
والولاية على الطفل نوعان، نوع يقدم فيه الأب على الأم ومن فى جهتها، وهى ولاية المال والنكاح، ونوع تقدم فيه الأم على الأب، وهي ولاية الحضانة والرضاع،
"Kewenangan terhadap seorang anak itu ada dua jenis. Jenis pertama, kewenangan ayah didahulukan daripada ibu dan segarisnya. Kewenangan tersebut adalah kewenangan akan harta dan pernikahan. Jenis kedua adalah kewenangan di mana ibu didahulukan dari ayah, yaitu kewenangan akan hadhanah (pengasuhan) dan penyusuan."
ولما كان النساء أعرف بالتربية وأقدر عليها، وأصبر وأراف وأفرغ لها، قدمت الأم فيها على الأب.
"Pada saat wanita itu lebih paham dan lebih mampu untuk mendidik anak, lebih sabar, dan lebih memiliki keluangan waktu, maka ibu lebih didahulukan daripada ayah terhadap pendidikan anak." (Mausu’atu al-Usrah Tahta Ri’ayah al-Islam, Syekh ‘Athiyah Saqr, 4/193 menukil dari Zad al-Ma’ad, 4/134-137).
(2) Menitipkan anak dibolehkan jika ada kondisi khusus, seperti kondisi yang mengharuskan para istri atau ibu melakukan aktivitas lain di luar rumah, bekerja di luar rumah atau aktivitas dakwah dan sosial atau sejenisnya yang harus dia lakukan.
Di antara contoh kondisi lain, misalkan, ayah dan ibu yang sama-sama bekerja jauh dari orang tuanya, sehingga pilihan agar anaknya diasuh oleh nenek atau kakeknya itu tidak memungkinkan.
Ketiga, ketentuan bagi lembaga daycare dan orang tua anak. Di antaranya, (1) lembaga daycare memastikan sebelum membuka bisnis daycare paham betul apa saja adab dan ketentuan syariah terkait dengan kewajiban mengasuh anak.
Begitu pula memahami kontrak yang berlaku antara para pihak. Misalnya tenaga yang mengasuh itu beragama Islam juga memiliki kompetensi untuk berinteraksi dengan anak usia tersebut, bisa berkomunikasi, bisa mengasuh, dan merawat mereka.
Suatu kompetensi yang unik dan khusus, berbeda dengan kompetensi seorang guru atau dosen dan sejenisnya.
Misalkan, tenaga yang mengasuh harus orang yang sabar karena salah satu tuntutan riil dari pekerjaan, ia menghadapi anak dengan usia yang penuh dinamika seperti sering nangis karena ngantuk atau lainnya, atau keinginan tidak umum yang dilakukan anak-anak.
Satu PR besar yang butuh tenaga atau SDM pengasuh yang betul-betul sabar.
Sebagaimana dijelaskan Syekh Athiyah Saqr,
اشترطوا في الحاضن أن يكون مسلماً، حتى لا ينشىء الكافر الطفل على دينه، تحقيقاً لحديث "كل مولود يولد على الفطرة، وأبواه يهودانه أو ينصرانه أو يمجسانه" (رواه البخاري ومسلم عن ابي هريرة).
"Para ulama mensyaratkan pihak yang melakukan hadhanah (pengasuhan) harus beragama Islam agar --jika yang melakukannya non Muslim-- tidak mengajak atau membimbing anak kepada agamanya, sebagaimana hadits, 'Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
(2) Menjadi amanah di pundak setiap orang tua untuk memilih daycare yang ideal memenuhi kriteria tempat pengasuhan anak. Praktisnya, ia hanya memilih daycare yang memenuhi ketentuan.
(3) Menyepakati apa saja hak dan kewajiban lembaga daycare dan apa saja hak dan kewajiban orang tua yang menitipkan anaknya. Semua klausul itu dituangkan dan dipastikan semua pihak telah membaca, mengetahui, dan memahami yang kemudian disepakati bersama-sama.
Hal ini untuk memastikan esensi ijab kabul atau persetujuan para pihak agar sedari awal berkontrak menitipkan anak atau menerima penitipan anak ini atas dasar keridhaan para pihak.
Dari sisi hak dan kewajiban, di antara pilihan akad atau kontrak adalah ijarah, di mana lembaga daycare itu menyewakan jasa penitipan anak dan mendapatkan fee sebagai kompensasi atas jasa tersebut. Sedangkan para orang tua yang menitipkan anaknya sebagai pemanfaat jasa dan harus membayar kompensasi atas penitipan tersebut.
Dalam istilah akad perjanjian, ini dikategorikan dengan akad ijarah. Oleh karena itu, seluruh klausulnya harus memenuhi ketentuan ijarah.
Di antara referensi untuk mengetahui apa saja ketentuan ijarah berserta hak dan kewajibannya, seperti dijelaskan dalam Fatwa DSN MUI No 112/DSN-MUI/IX/2017 tentang Akad Ijarah dan juga Standar Syariah AAOIFI No 9 tentang Ijarah.
Keempat, rekomendasi. Di antara beberapa alternatif daycare adalah tempat pengasuhan anak yang disediakan oleh tempat pekerja yang sesuai dengan ketentuan. Misalkan seorang ibu yang berprofesi sebagai guru.
Begitu pula dengan suaminya bekerja di luar, sedangkan ia memiliki anak usia prasekolah, maka ia dapat menitipkan anaknya di daycare yang disediakan oleh sekolah sesuai dengan ketentuan.
Wallahu a’lam.