• Sunrise At: 06:05
  • Sunset At: 17:53
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Adab Saat Resign

Pastikan saat ia resign tidak ada satu pun aturan atau perjanjian yang ia langgar.

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.

Resign dari tempat bekerja menjadi fenomena, khususnya mereka yang masih berusia muda dengan bergam motif. Di antaranya karena ingin mengembangkan diri, konflik dengan rekan atau pimpinan di tempat kerja, atau kerena salary yang tidak mencukupi.

Jika pilihannya resign, apa saja adab-adab yang harus dilakukan saat resign? Bagaimana tuntunan syariahnya? Mohon penjelasan Ustadz. -- Irwan, Tangerang

 

Wa’alaikumussalam wr. wb.

Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.

(1) Motif dan iktikad (nawaitu). Memastikan bahwa pilihan resign ini dilandasi niat ikhlas karena Allah SWT. Ia telah mempertimbangkan kewajiban terhadap dirinya, terhadap mereka yang menjadi tanggung jawab nafkahnya (jika sudah berkeluarga) atau orang tua.

Di antara beberapa pertanyaan untuk memastikan motif resign itu karena Allah adalah mengapa harus resign? Apa latarbelakangnya?

Intinya, pilihan resign dari pekerjaan bukan karena ada masalah di kantor, bukan pula karena rasa dan perasaan atau coba-coba. Tetapi karena pertimbangan dan kepentingan yang lebih besar dan lebih maslahat bagi diri dan keluarga.

(2) Resign dengan perencanaan. Maksudnya, pilihan resign dilakukan dengan perencanaan, termasuk terkait dengan tempat bekerja yang baru agar menjadi sumber nafkah yang halal dan cukup untuk diri dan keluarganya.

Sebaliknya, tidak boleh ia resign tanpa perencanaan sehingga ia melalaikan keluarga yang menjadi tanggung jawab nafkahnya.

tidak boleh ia resign tanpa perencanaan sehingga ia melalaikan keluarga yang menjadi tanggung jawab nafkahnya.

Di antara adab-adab untuk memutuskan resign atau tidak, atau seperti apa teknis resign-nya adalah dengan berkonsultasi dan shalat Istikharah hingga menemukan pilihan atau jawaban terbaik.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Tidak akan rugi orang yang beristikharah, tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah, dan tidak kesulitan orang yang hemat.” (HR Thabrani).

(3) Menyampaikan keinginan resign sebalum jangka waktu yang ditentukan sesuai perjanjian. Pastikan pilihan waktu resign tidak melanggar jangka waktu kerja di lembaga atau perusahaan tempat bekerja.

Lazimnya, di antara klausul perjanjian kerja yang disepakati oleh pegawai atau karyawan dengan perusahaan itu jangka waktu kerja. Misalnya, setahun atau tiga tahun, di mana ia tidak boleh resign dari pekerjaan di sela-sela waktu tersebut.

Di antara klausul perjanjian kerja yang disepakati oleh pegawai atau karyawan dengan perusahaan itu jangka waktu kerja. Misalnya, setahun atau tiga tahun, di mana ia tidak boleh resign dari pekerjaan di sela-sela waktu tersebut.

Oleh karena itu, keinginan resign harus tersampaikan kepada perusahaan tempat bekerja sebelum waktu yang telah disepakati karena itu merugikan perusahaan.

Misalnya, seorang guru di sebuah lembaga pendidikan, dia resign di tengah-tengah pembelajaran berlangsung (pertengahan semester), maka itu merugikan lembaga pendidikan karena tidak mudah mencari pengganti di tengah pembelajaran.

Sebagaimana Standar Syariah Internasional AAOIFI:

‎يجوز فسخ عقد الإجارة باتفاق الطرفين، ولا يحق لأحدهما فسخه إلا لعذر طارئ أو لظروف قاهرة....تنتهي الإجارة بانتهاء مدتها....

“Akad ijarah boleh di-fasakh (diberhentikan) dengan kesepakatan kedua belah pihak. Oleh karena itu, salah satu pihak tidak berhak untuk mem-fasakh-nya kecuali saat ada uzur mendadak atau kondisi memaksa.... Akad ijarah berakhir dengan berakhirnya masa waktu ijarah.” (Standar AAOIFI No 36 tentang Ijarah al-Asykhash).

Sebagaimana regulasi terkait, pekerja atau buruh mengundurkan diri atas kemauan sendiri dan harus memenuhi syarat: mengajukan permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya 30 hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri, tidak terikat dalam ikatan dinas, dan tetap melaksanakan kewajiban sampai tanggal mulai pengunduran diri. (Pasal 81 angka 45 Perppu Cipta Kerja).

(4) Memastikan seluruh tugas-tugas telah tertunaikan sebelum resign. Jadi, pastikan sebelum ia resign dari tempat bekerja, seluruh kewajiban yang menjadi tugasnya telah tertunaikan dan tuntas.

Sebaliknya, ia tidak boleh resign dari perusahaan, sedangkan ia meninggalkan banyak PR atau kewajiban dan meninggalkan banyak masalah di perusahaan.

Rasulullah SAW telah menjadi teladan dalam bermuamalah dengan para mitranya dari sejak memulai kemitraan hingga berakhirnya. Sebagaimana testimoni yang diberikan oleh As-Saib bin Abu as-Saib,

"Engkau adalah mitraku di masa jahiliyah, dan engkau adalah sebaik-baik mitra yang tidak mengkhianatiku dan mendebatku.” (HR Ibnu Majah).

(5) Jika resign berakibat sanksi, maka ia mematuhinya. Maksudnya, jika ia resign dari perusahaan karena melanggar aturan hingga perusahaan menjatuhkan sanksi, maka ia harus mematuhi dan memenuhi sanksi tersebut.

Sebagaimana merujuk kepada kaidah patuh terhadap perjanjian (al-wafa bil ‘uhud), kaidah at-ta’wid (di mana pihak yang melakukan wanprestasi atau cedera janji dan mengakibatkan kerugian itu harus menggantinya).

Sebagaimana juga Fatwa DSN MUI No.43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh).

(6) Menjaga nama baik perusahaan, pribadi, dan rekan kerja. Seperti menjaga silaturahim dengan perusahan lama tempat ia bekerja sebelumnya.

Ia harus menjaga hubungan kemanusiaan dan ukhuwah antara ia (sebagai personal) dengan perusahaan. Meninggalkan reputasinya yang baik dengan perusahaan, karena kontrak kerja itu terbatas tetapi hubungan personal dan ukhuwah tidak terbatas.

Seperti juga menjaga kesantunan dan berpamitan pada saat resign. Seperti menyelesaikan hak dan kewajiban dengan rekan kerja sebelum resign.

(7) Tidak melanggar aturan atau perjanjian lain. Pastikan saat ia resign tidak ada satu pun aturan atau perjanjian yang ia langgar. Sebagaimana tuntunan terkait dengan kewajiban memenuhi kontrak dan perjanjian yang sudah disepakati.

Karena lazimnya, setiap pegawai yang diterima bekerja di sebuah instansi atau lembaga, ia menyetujui dan terikat dengan perjanjian kerja. Selain perjanjian tersebut, ia juga terikat dengan aturan perusahaan atau code of conduct perusahaan.

Di antaranya merujuk pada firman Allah SWT, "Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu ….” (QS al-Ma’idah : 1).

Dan sebagaimana kaidah fikih:

‎العقد هو شريعة المتعاقدين، ما لم يخالف حكما شرعيا.

"Perjanjian itu adalah kesepakatan pihak yang melakukan transaksi selama itu tidak bertentangan dengan ketentuan syariah."

(8) Saat resign dilakukan terpaksa karena kesalahpahaman dan konflik di perusahaan atau dengan atasan atau rekan atau mitra di tempat bekerja, maka di antara adabnya adalah masing-masing pihak fokus pada bagaimana menunaikan kewajibannya (bukan menuntut hak).

Dan sebaik-baiknya para pihak pada saat konflik adalah mereka yang merelakan haknya. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw;

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ وَإِذَا اشْتَرَى وَإِذَا اقْتَضَى (رواه البخاري).

Dari Jabir, Rasulullah SAW bersabda: “Allah memberikan rahmat kepada hamba yang toleran (mempermudah) saat menjual, saat membeli, dan saat melakukan tuntutan (menagih utang).” (HR Bukhari).

Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia