Bank Keliling atau Bank Emok
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamualaikum wr. wb.
Saat ini di beberapa daerah marak bank keliling atau bank emok yang memberikan kredit bunga harian sangat tinggi, tetapi dengan proses yang mudah. Saya ingin mendapatkan penjelasan Ustaz, bagaimana pandangan syariah terkait meminjam di bank keliling ini? --Rahmad, Banjarmasin
Wa'alaikumsalam wr wb.
Kesimpulannya, meminjam di bank keliling atau bank emok itu terlarang karena bagian dari riba jahiliyah menurut syariah (kredit ribawi dengan bunga berbunga atau bunga progresif), ilegal dan bertentangan dengan hukum, dan terpapar risiko masalah keuangan, sosial, dan rumah tangga debitur.
Di antara alternatifnya adalah koperasi syariah dan BMT karena masyarakat kecil banyak membutuhkan dana tunai dan permodalan, sesuatu yang tidak bisa dipenuhi oleh bank syariah, misalnya. Dan karena koperasi syariah dan BMT itu diawasi otoritas dan berizin sebagai lembaga keuangan syariah.
Pada saat yang sama, otoritas dan lembaga terkait harus menertibkan bank keliling atau bank emok dan memberikan insentif terhadap koperasi syariah dan BMT sebagai alternatif.
Pada saat yang sama, otoritas dan lembaga terkait harus menertibkan bank keliling atau bank emok dan memberikan insentif terhadap koperasi syariah dan BMT sebagai alternatif.
Kesimpulan tersebut bisa dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, walaupun teknis operasional bank keliling itu beragam, tapi bisa disimpulkan bahwa ciri-ciri bank keliling atau bank emok adalah sebagai berikut.
(a). Salah satu praktik kredit ilegal dengan bunga berlipat atau progresif dengan kontrak kredit dan penagihan keliling dari rumah ke rumah.
(b). Tidak berizin (ilegal), maka tidak ada pihak atau otoritas yang mengatur dan mengawasinya. Tidak ada regulasi yang mengaturnya layaknya lembaga keuangan.
(c). Menerapkan tenor yang lebih pendek seperti harian atau pekanan.
(d). Masyarakat mudah meminjam karena proses yang gak ribet, cukup dengan KTP, tanpa ada jaminan. Dengan kemudahan tersebut, bank keliling mudah mendapatkan nasabah karena memanfaatkan masyarakat yang membutuhkan pinjaman dan dana tunai.
(e). Interest atau bunga yang harus dibayar oleh debitur itu sangat tinggi. Bahkan mengenakan bunga berbunga (progresif). Pengalinya adalah pokok kreditnya sehingga dapat terjadi bunga lebih besar dari pokoknya.
(f). Kredit bank keliling atau bank emok ini banyak berujung masalah bahkan musibah, seperti mengakibatkan banyak kondisi rumah tangga menjadi bermasalah, juga penagihan yang brutal.
(g). Jika diilustrasikan: bank keliling memberikan kredit atau pinjaman kepada seorang debitur senilai Rp 200 ribu, dengan perjanjian harus dibayar besoknya sebesar Rp 250 ribu. Jika terlambat membayar, setiap hari dikenakan denda Rp 25 ribu.
Kedua, jika benar core usaha bank keliling atau bank emok seperti karakteristik yang dijelaskan di atas, maka meminjam dana ke bank keliling itu dilarang (haram) menurut syariah karena hal berikut.
(1) Usaha bank keliling atau bank emok adalah kredit ribawi yang diharamkan dalam Islam. Dan perjanjian pengenaan bunga berlipat dan progresif setiap kali terlambat bayar, maka itu termasuk riba jahiliyah yang dilarang dalam Islam.
Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT, "...Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...” (QS al-Baqarah [2]: 275).
Dan firman Allah SWT, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda...” (QS Ali Imran [3]: 130).
Dan sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "... Dan riba jahiliyah dihapuskan. Riba pertama yang saya hapuskan dari riba-riba kita adalah riba ‘Abbas bin Abdil-Muththalib. Sesungguhnya riba tersebut dihapuskan semuanya.” (HR Muslim).
Sebagaimana Fatwa MUI, "Praktik pembungaan uang termasuk salah satu bentuk riba, dan riba haram hukumnya. Praktik pembungaan tersebut hukumnya adalah haram, baik dilakukan oleh bank, asuransi, pasar modal, pegadaian, koperasi, dan lembaga keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu." (Fatwa MUI No 1 Tahun 2004 tentang Bunga (Interest/Fa'idah).
(2) Keberadaan bank keliling itu bermasalah secara hukum positif sehingga melanggar hukum dan berisiko.
(3) Akibat, masalah, dan petaka yang diakibatkan kredit ini seperti perceraian rumah tangga dan kekerasan fisik karena tidak mampu membayar.
Jika kredit ribawi itu diharamkan, terlebih saat kredit tersebut berakibat pada maksiat yang lain seperti keluarga yang bermasalah karena kredit ribawi yang tidak bisa dilunasi dan maksiat sejenis, maka menjadi lebih besar maksiatnya.
Begitu pula masyarakat yang membutuhkan akan terjerat utang berlipat, dan semakin membuat tidak berdaya karena tidak mampu membayar bunga yang sangat tinggi (berlipat/progresif).
Ketiga, alternatif yang halal dan legal. Jika melihat permasalahan ini secara utuh, maka di sisi lain ada kebutuhan masyarakat kecil akan bantuan dana tunai, seperti kebutuhan untuk usaha jualan sayur dan bisnis kecil lainnya yang tidak bisa dipenuhi oleh bank atau lembaga keuangan setara.
Maka di antara solusinya adalah koperasi syariah atau BMT sebagai pilihan masyarakat kecil saat mereka membutuhkan dana tunai atau permodalan karena berizin sebagai usaha yang dikelola sesuai syariah, ada tata kelola dan aturan mainnya seperti mempertimbangkan kemampuan bayar debitur, tidak ada bunga (yang dilakukan adalah margin atau bagi hasil yang besarannya jauh di bawah bank emok), perjanjian di kantor.
Keempat, karena bank keliling atau bank emok dan fenomena di sekitarnya,
maka ada beberapa PR yang ada di pundak otoritas, stakeholder, masyarakat dan kita semua, yaitu:
[1] Otoritas wajib menertibkan bank keliling agar tidak mengakibatkan masalah keuangan dan sosial. Otoritas beserta lembaga terkait agar segera mendorong, memberikan insentif untuk didirikannya lembaga alternatif seperti koperasi syariah dan BMT bagi masyarakat yang membutuhkan pinjaman dengan cara halal, legal, dan aman risiko.
[2] Masyarakat debitur atau calon debitur harus memenuhi adab-adab sebagai debitur, di antaranya: berutang untuk memenuhi kebutuhan yang halal dan prioritas (seperti biaya pendidikan dan kesehatan), mencatat perjanjian pinjaman, memiliki iktikad dan komitmen untuk melunasi utangnya sesuai kesepakatan dan berdoa kepada Allah SWT serta komitmen dengan syarat-syarat pelunasan.
Wallahua'lam.