• Sunrise At: 06:05
  • Sunset At: 17:53
oni.sahroni24@yahoo.com +62 812-8910-5575

Mudik, Ada Adab-adabnya kah?

Apa tuntunan dan adab saat mudik agar sesuai syariah?

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamu'alaikum wr wb.

Mendekati Lebaran, mayoritas masyarakat yang bekerja di perkotaan pada pulang ke kampung halaman (mudik). Agar mudik dengan segala aktivitasnya sesuai syariah, apa saja tuntunan dan adab saat mudik? Mohon penjelasan Ustaz. -- Muhammad, Jakarta

 

Wa’alaikumussalam wr wb.

Di antara adab-adab mudik adalah sebagai berikut.

Pertama, mudik itu pilihan prioritas. Sesungguhnya mudik itu adalah tradisi yang baik dan penting serta menjadi khazanah ala Indonesia karena menjadi momentum masyarakat --khususnya para karyawan-- yang bekerja dan bertugas di perkotaan untuk rehat, berlibur saat Lebaran.

Sekaligus bisa memanfaatkan momentum berharga ini untuk silaturahim dengan keluarga, menjenguk orang tua (sebagai salah satu bagian dari berbakti pada orang tua), serta merekatkan guyub dan hubungan keluarga, baik orang tua ataupun mertua (bagi mereka yang sudah berkeluarga), juga kerabat.

Karena tujuannya yang jelas kebaikannya, maka begitu pula dengan ketentuan mudik memiliki hukum yang sama, sebagaimana kaidah berikut:

لِلْوَسَائِلِ حُكْمُ الْمَقَاصِدِ.

Lil wasail hukmu al-maqashid (Sarana-sarana itu memiliki hukum yang sama dengan tujuannya).”

Jadi. mudik itu baik dan maslahat selama masyarakat mampu menunaikannya, maka harus ada ikhtiar untuk mempersiapkan agar bisa mudik, tetapi pada saat yang sama tidak memaksakan diri.

Mudik itu baik dan maslahat selama masyarakat mampu menunaikannya, maka harus ada ikhtiar untuk mempersiapkan agar bisa mudik, tetapi pada saat yang sama tidak memaksakan diri

Kedua, niat, motif, dan tujuan mudik. Sesungguhnya mudik ini dilakukan untuk memanfaatkan waktu libur kerja yang disediakan oleh tempat bekerja dan otoritas agar bisa menunaikan tanggung jawabnya terhadap keluarga, menunaikan amanah dan kewajiban birrull walidain (bakti terhadap orang tua) dengan mengunjungi mereka, dan kerabat istri atau keluarga suami (bagi yang sudah berkeluarga).

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya ...” (HR Bukhari Muslim).

Ketiga, bekal, buah tangan, dan oleh-oleh itu bagian dari kebaikan (mahasin al-akhlak), tetapi semuanya itu dilakukan sesuai dengan kadar kemampuan dan tidak memaksakan diri.

Sebagaimana firman Allah SWT, "... Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekadar apa yang Allah berikan kepadanya ...” (QS at-Thalaq: 7).

Yang lebih mendasar adalah persiapan yang matang dan ketulusan untuk bersilaturahim dan mengokohkan kekeluargaan.

Keempat, sebelum mudik, memastikan aset dan barang yang ditinggal di rumah itu aman dan terjaga sebagai bagian dari kewajiban untuk menjaga harta (shiyanah al-milkiyah).

Saat barang hilang atau raib karena abai akan penjagaan tersebut, maka ia berdosa dan lalai.

Sebagaimana firman Allah SWT, "... Janganlah jerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan ...” (QS al-Baqarah: 195).

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW terkait untanya, 'Apakah saya (boleh) membiarkan (tidak mengikat) unta saya kemudian bertawakkal (kepada Allah)?' Rasulullah SAW bersabda, 'Ikatlah untamu dan bertawakallah (kepada Allah)'" (HR al-Tirmidzi dan al-Baihaqi).

Kelima, iktikaf bersama keluarga. Saat pulang kampung sebelum Idul Fitri dan masih menyisakan waktu iktikaf, maka tunaikan iktikaf bersama keluarga di kampung.

Ia bisa mendapatkan dua pahala, selain pahala iktikaf juga mendapatkan pahala silaturahim dengan orang tua. Akan tetapi juga pada saat yang sama melakukan silaturahim bersama orang tua bagian dari birrul walidain, melihat langsung kondisi orang tua.

Iktikaf pada 10 akhir Ramadhan disunahkan sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Dari ‘Aisyah RA, ia berkata bahwasanya Nabi SAW biasa beriktikaf pada 10 hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu, istri-istri beliau beriktikaf setelah beliau wafat” (Muttafaqun‘alaih).

Keenam, silaturahim dengan kerabat dan keluarga besar istri atau keluarga besar suami menjadi bagian dari silaturahim.

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW, "Barang siapa ingin lapangkan pintu rezeki untuknya dan dipanjangkan umurnya hendaknya ia menyambung tali silaturahimi” (HR Bukhari).

Ketujuh, arus balik atau kembali ke tempat kerja. Pada saat pulang tidak melanggar aturan tempat bekerja dengan memastikan telah memenuhi kewajiban kepada keluarga dan tidak terlambat datang ke tempat kerja agar ia bisa menunaikan kewajibannya kepada tempat bekerja.

Wallahu a’lam.

Leave Your Comments

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © 2021 Rumah Wasathia