Pinjol untuk Biaya Kuliah
Apa alternatif pinjaman online atau pinjol untuk membayar uang kuliah yang sesuai syariah?
DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Assalamu’alaikum wr. wb.
Ada beberapa lembaga pendidikan bekerja sama dengan pinjaman online untuk menyediakan pilihan membayar uang kuliah berupa cicilan plus bunga kepada mahasiswa. Dari sisi syariah, apakah hal ini diperbolehkan atau tidak? Apa alternatifnya yang sesuai syariah? Mohon penjelasan Ustaz! --Purnama, Bogor
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Jawaban atas pertanyaan tersebut akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.
Pertama, gambaran. Lembaga pendidikan A menyediakan skema pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) berupa cicilan plus bunga melalui platform pinjaman online.
Setiap pinjaman untuk cicilan 12 bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,75 persen dan biaya persetujuan 3 persen. Sedangkan cicilan enam bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,6 persen dan biaya persetujuan 3 persen.
Hal ini untuk memudahkan mahasiwa dalam membayar uang kuliah sesuai dengan kemampuan. Opsi pembiayaan pembayaran UKT melalui pinjaman online bisa dimanfaatkan oleh kalangan mahasiswa tertentu, misalnya MBA, program profesi, dan lain sebagainya yang berinvestasi bagi karier mereka.
Pihak ketiga sebagai mitra lembaga pendidikan adalah perusahaan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi) yang mendapatkan izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai perusahaan layanan pinjam meminjam konvensional. Atau dengan bahasa lain perusahaan fintech peer-to-peer (P2P) lending konvensional.
Berdasarkan penjelasan tersebut, bisa disimpulkan bahwa para pihak terkait adalah mahasiswa yang punya kewajiban untuk membayar UKT lembaga pendidikan tempat ia belajar, tetapi karena tidak bisa membayar secara tunai, maka meminjam ke perusahaan peer-to-peer (P2P) lending konvensional sehingga bisa membayar tepat waktu dengan dana tunai.
Selanjutnya, karena ia membayar dengan meminjam kepada pihak ketiga, maka berkewajiban untuk membayar pokok pinjaman beserta bunganya. Bunga tersebut sebagaimana dijelaskan terdiri dari biaya bulanan platform 1,75 persn untuk cicilan 12 bulan dan biaya persetujuan 3 persen.
Sedangkan untuk cicilan enam bulan dikenakan biaya bulanan platform 1,6 persen dan biaya persetujuan 3 persen.
Alur transaksi antara para pihak tersebut bisa disimpulkan; mahasiswa meminjam sejumlah dana kepada pinjol dengan bunga sekian untuk membayar UKT secara tunai kepada lembaga pendidikan tempat ia kuliah. Selanjutnya, mahasiswa tersebut akan melakukan pelunasan beserta bunganya.
Kedua, ketentuan dan tuntunan pinjaman online dalam pertanyaan tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
(1) Saat pinjol yang dimaksud dalam pertanyaan adalah fasilitas pinjaman atau kredit ribawi seperti pinjaman online yang ilegal ataupun teregistrasi/berizin di otoritas sebagai P2P lending konvensional, maka pinjaman online tersebut tidak dibolehkan menurut syariah karena termasuk kredit ribawi.
(2) Pinjaman ribawi itu diharamkan sebagaimana nash-nash ayat dan hadis yang disimpulkan dalam kaidah, "Setiap utang piutang yang memberikan manfaat (kepada kreditur) adalah riba, jika dipersyaratkan."
(3) Walaupun kredit ribawi tersebut untuk tujuan pendidikan atau tujuan-tujuan yang baik lainnya, tetapi tetap tidak dibolehkan sebagai sumber kredit karena cara tersebut cara yang tidak halal dan pada saat yang sama begitu banyak alternatif halal yang tersedia.
(4) Selanjutnya, jika lembaga pendidikan ingin melibatkan pihak ketiga sebagai sumber pembiayaan untuk para mahasiswa, maka harus menggunakan fitur atau cara yang sesuai syariah. Di antaranya pembiayaan di bank syariah atau koperasi syariah, atau P2P lending yang berizin di otoritas sebagai P2P lending syariah, atau produk-produk LKS sejenis.
Di antara pilihan skema atau perjanjian yang dapat dilakukan oleh lembaga keuangan syariah (mitra lembaga pendidikan) adalah
(a) Skema dan perjanjian kafalah bil ujrah, di mana LKS memberikan garansi kepada lembaga pendidikan bahwa ia akan membayar kewajiban mahasiswa tersebut.
Kemudian LKS membayar biaya kuliah secara tunai kepada lembaga pendidikan. Selanjutnya, mahasiswa membayar utangnya kepada LKS beserta fee penjaminan tersebut. Sebagaimana Fatwa DSN MUI No.11/DSN-MUI/VI/2000 tentang Kafalah.
(b) Skema dan perjanjian personal financing, di mana mahasiswa membeli komoditas kepada LKS secara tidak tunai, kemudian komoditas tersebut dijual kepada pihak ketiga secara tunai untuk mendapatkan uang cash yang akan digunakan untuk membayar biaya kuliah.
Selanjutnya, ia mengangsur kewajibannya kepada LKS. Sebagaimana Fatwa DSN MUI No 143/DSN-MUI/VIII/2021 tentang Pembiayaan Personal (At-Tamwil Asy-Syakhshi/Personal Financing).
(c) Skema dan perjanjian ijarah multijasa, di mana LKS (mitra lembaga pendidikan) membeli paket jasa perkuliahan atau pendidikan mahasiswa yang mengajukan pembiayaan tersebut dari lembaga pendidikan, kemudian dijual kepada mahasiswa atau nasabah dengan keuntungan.
Sebagaimana Fatwa DSN MUI No 44/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.
(5) Berdasarkan kesimpulan tersebut, bagi mahasiswa pinjol konvensional (kredit ribawi) itu tidak boleh menjadi pilihan. Bagi Muslim itu akan berakibat pada proses belajar yang tidak halal dan berisiko terhadap keberkahan.
Wallahu a’lam.